watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Vivi istri cantik yg kecewa dgn suaminya

Perkenalkan nama saya Nendi umur 29 tahun, saya
bekerja di sebuah hotel berbintang tiga di kota “B”.
Seperti kebanyakan orang bekerja yang kadang
membuat kita jenuh, untuk mengatasinya aku
sering mengunjungi situs sumbercerita.com ini,
sampai akhirnya saya terobsesi untuk menulis cerita
ini.
Cerita ini berawal dari pulang kemalaman dengan
seorang sekretaris teman sekantor di bagian lain,
namanya Vivi berperawakan sintal dengan kulit
putih dan tinggi badan yang sedang-sedang saja
sekitar 165 cm. Sebetulnya Vivi bukanlah tipe orang
yang ramah walaupun dia seorang sekretaris,
mungkin karena om-nyalah dia ada di posisi
tersebut. Oh ya, Vivi juga sudah menikah kira-kira
satu setengah tahun yang lalu, dan saya pernah
beberapa kali ketemu dengan suaminya.
Pagi itu pada saat jam masuk kantor aku
berpapasan dengannya di pintu masuk, seperti biasa
kita saling tersenyum dan mengucapkan selamat
pagi. Ah lucu juga kita yang sudah kenal beberapa
tahun masih melakukan kebiasaan seperti itu,
padahal untuk hitungan waktu selama tiga tahun kita
harus lebih akrab dari itu, tapi mau bagaimana lagi
karena Vivi orangnya memang seperti itu jadi
akupun terbawa-bawa, aku sendiri bertanya-tanya
apakah sifatnya yang seperti itu hanya untuk
menjaga jarak dengan orang-orang di lingkungan
kerja atau memang dia punya pembawaan seperti
itu sejak lahir.
Mungkin saat itu aku sedang ketiban mujur, tepat di
pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja
Vivi seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih
tubuhnya dengan maksud untuk menahan supaya
dia tidak benar-benar terjatuh, tapi tanpa sengaja
tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya.
Setelah dapat berdiri dengan sempurna Vivi
memandang ke arahku sambil tersenyum, ya
ampun menurutku itu merupakan sesuatu yang
istimewa mengingat sifatnya yang kuketahui selama
ini.
“Terima kasih Pak nendi, hampir saja aku terjatuh.”
“Oh, nggak apa-apa, maaf barusan tidak sengaja.”
“Tidak apa-apa.”
Seperti itulah dialog yang terjadi pagi itu. Walaupun
nggak mau mikirin terus kejadian tersebut tapi aku
tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh
sesuatu pada tubuhnya walaupun nggak sengaja,
waktu kutengok ke arah meja kerjanya melalui kaca
pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran
dengan kejadian tersebut, untung waktu masuk
kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum
ada orang, seandainya pada saat itu sudah banyak
orang mungkin dia selain merasa kaget juga akan
merasa malu.
Aku kembali melakukan rutinitas keseharian
menggeluti angka-angka yang yang nggak ada
ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh
menit memandang gambar panorama yang
kutempel dikaca pintu ruanganku untuk
menghindari kelelahan pada mata, tapi ternyata ada
sesuatu yang lain di seberang pintu ruanganku pada
hari itu, aku melihat Vivi sedang memandang ke
arah yang sama sehingga pandangan kami
bertemu. Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah
jadi bertanya-tanya ada apa gerangan dengan
cewek itu, aku yang geer atau memang dia jadi lain
hari ini, ah mungkin hanya pikiranku saja yang
ngelantur.
Jam istirahat makan seperti biasa semua orang
ngumpul di EDR untuk makan siang, dan suatu
kebetulan lagi waktu nyari tempat duduk ternyata
kursi yang kosong ada di sebelah Vivi, akhirnya aku
duduk disana dan menyantap makanan yang sudah
kuambil. Setelah selesai makan, kebiasaan kami
ngobrol ngalor-ngidul sambil menunggu waktu
istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi
aku ngobrol sama dia, padahal sebelumnya aku
males ngobrol sama dia.
“Gimana kabar suaminya vi?” aku memulai
percakapan
“Baik pak.”
“Trus gimana kerjaannya? masih di tempat yang
dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika,
baru berangkat satu bulan yang lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aku.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk
mesa depan berdua.”
“Iya pak.”
Setelah jam istirahat habis semua kembali ke
ruangan masing-masing untuk meneruskan kerjaan
yang tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dengan
kerjaanku.
Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres
karena penat juga kerja terus, tanpa sengaja aku
nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Vivi masih
ada di mejanya. Setelah semua beres akupun keluar
dari ruangan dan bermaksud untuk pulang, aku
melewati mejanya dan iseng aku nyapa dia.
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak
kerjaan hari ini”
Aku merasakan gaya bicaranya lain hari ini, tidak
seperti hari-hari sebelumnya yang kalau bicara selalu
kedengaran resmi, yang menimbulkan rasa tidak
akrab.
“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku
menawarkan.
“Tidak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”
“Nggak apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu
malam.”
“Baik Pak kalau begitu.”
Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali
kutawarkan jasa yang walaupun sebetulnya niatnya
hanya iseng saja.
“Gimana kalo vivi bareng aku, kita kan searah.”
“Nggak usah pak, biar aku pakai angkutan umum
atau taksi saja.”
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, nggak baik
perempuan jalan sendiri malem-malem.”
“Baik kalau begitu pak.”
Di sepanjang jalan yang dilalui kami tidak banyak
bicara sampai akhirnya aku perhatikan dia agak lain,
dia kelihatan murung, kenapa ini cewek.
“Lho kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku
penasaran.
“Nggak apa-apa pak.”
“Nggak apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman
buat ngobrol?” tanyaku memancing.
“Nggak ah pak, malu.”
“Kok malu sih, nggak apa-apa kok, ngobrol aja aku
dengerin, kalo bisa dan perlu mungkin aku akan
bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo nggak mau ya nggak usah, aku
nggak akan maksa.”
“Tapi sebetulnya memang aku perlu orang untuk
teman ngobrol tentang masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aku, rahasia
dijamin kok.”
“Ini soal suami aku pak.”
“Ada apa dengan suaminya?”
“Itu yang bikin aku malu untuk meneruskannya.”
“Nggak usah malu, kan udah aku bilang dijamin
kerahasiaannya kalo vivi ngobrol ke aku.”
“Anu, aku sering baca buku-buku mengenai
hubungan suami istri.”
“Trus kenapa?”
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami
istri yang bagus adalah orgasme yang dialami oleh
keduanya.”
“Trus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aku sampai dengan saat ini aku
hanya sempat membacanya tanpa pernah
merasakannya.”
Aku sama sekali nggak pernah menduga kalo
pembicaraannya akan mengarah kesana, dalam hati
aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun
sama sekali belum pernah mengalami orgasme?
timbul niatku untuk beramal:-)
“Masa sih vi, apa betul kamu belum pernah
merasakan orgasme seperti yang barusan kamu
bilang?”
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini
dengan bapak, jadi setidaknya bapak bisa memberi
masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-
laki.”
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami vivi lagi nggak
ada, seharusnya waktu suami vivi ada barengan
pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi
menolak dan akhirnya kalau aku singgung masalah
itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara
kami.”
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul
delapan malam, dan tanpa terasa pula kami sudah
sampai didepan rumah Vivi, Aku bermaksud
mengantar dia sampai depan pintu rumahnya.
“Tidak usah pak, biar sampai sini saja.”
“Nggak apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar
sampai depan pintu.”
Dasar, kakiku menginjak sesuatu yang lembek
ditanah dan hampir saja terpeleset karena
penerangan di depan rumahnya agak kurang.
Setelah sampai di teras rumahnya kulihat kakiku,
ternya yang kunjak tadi adalah sesuatu yang kurang
enak untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku
sebelah kiri hampir setengahnya kena.
“Aduh Pak nendi, gimana dong itu kakinya.”
“Nggak apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe
rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti nggak enak sepanjang
jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”
Setelah membersihkan kaki aku diperliahkan duduk
di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah
menunggu segelas kopi hanngat. Sambil menunggu
kakiku kering kami berbincang lagi.
“Oh ya vi, mengenai yang kamu ceritakan tadi di
jalan, gimana cara kamu mengatasinya?”
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”
Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul
pikiran kotor lelaki.
“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yang
kamu pengen?”
“Yang aku mau yang mana pak.”
“Lho, itu yang sepanjang jalan kamu bilang belum
pernah ngalamin.”
“Ah bapak bisa aja.”
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”
Termenung dia mendengar perkataanku tadi,
melihat dia yang sedang menerawang aku berpikir
kenapa juga harus besok-besok, kenapa nggak
sekarang aja selagi ada kesempatan.
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak
juga dia dari lamunannya sambil menatap kearahku
dengan penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke
wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia
diam tidak bereaksi. Ku kecup bibirnya, dia menarik
napas dalam entah apa yang ada dipikirannya dan
tetap diam, kulanjutkan mencium hidungnya dan
dia memejamkan mata.
Ternyata napsu sudah menggerogoti kepalaku,
kulumat bibirnya yang tipis dan ternyata dia
membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut
dan kulihat dia begitu meresapi dan menikmati
adegan itu. Kitarik tangannya untuk duduk
disebelahku di sofa yang lebih panjang, dia hanya
mengikuti sambil menatapku. Kembali kulumat
bibirnya, lagi, dia membalasnya dengan penuh
semangat.
Dengan posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai
bekerja dan bergerilya. Kuraba bagian dadanya, dia
malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya
untuk kukerjain. Kuremas dadanya dari luar
bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju
bagian atasnya kemudian membimbing tangan
kananku untuk masuk kedalam BHnya. Ya ampun
bener-bener udah nggak tahan dia rupanya.
Kulepas tangan dan bibirku dari tubuhnya, aku
berpindah posisi bersandar pada pegangan sofa
tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar.
Kutarik dia untuk duduk membelakangiku, dari
belakang kubuka baju dan BHnya yang saat itu
sudah nempel nggak karuan, kuciumi leher bagian
belakang Vivi dan tangan kiri kananku memegang
gunung di dadanya masing-masing satu, dia
bersandar ketubuhku seperti lemas tidak memiliki
tenaga untuk menopang tubuhnya sendiri dan mulai
kuremas payudaranya sambil terus kuciumi
tengkuknya.
Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan
kiriku mulai berpindah kebawah menyusuri bagian
perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya,
dia melenguh waktu kuraba bagian itu. Kusingkap
roknya dan tanganku langsung masuk ke celana
dalamnya, kutemukan sesuatu yang hangat-hangat
lembab disana, sudah basah rupanya. Kutekan
klitorisnya dengan jari tengah tangan kiriku.
“Ohh .. ehh ..”
Aku semakin bernapsu mendengan rintihannya dan
kumasukkan jariku ke vaginanya, suaranya semakin
menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana,
tubuhnya semakin melenting seperti batang plastik
kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat
tubuhnya bergetar menerima perlakuanku. Dua
puluh menit lamanya kulakukan itu dan akhirnya
keluar suara dari mulutnya.
“Udah dulu pak, aku nggak tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, nggak tahan, vivi mau pipis .. ohh ..
ahh.”
Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.
“Ahh .. uhh.”
Badanya mengejang beberapa saat sebelum
akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.
“Gimana vi rasanya?”
“Enak pak.”
Kulihat air matanya berlinang.
“Kenapa kamu menangis vi.”
Dia diam tidak menyahut.
“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yang
aku idam-idamkan selama ini yang seharusnya
datang dari suami aku.”
“Oh begitu.”
Kami saling terdiam beberapa saat sampai aku lupa
bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang
didalam vaginanya dan aku cabut perlahan, dia
menggeliat waktu kutarik jari tanganku, dan aku
masih tercenung dengan kata-kata terakhir yang
terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum
pernah merasakan orgasme.
“Mau ke kamar mandi pak?”
Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan
jalan menuju kamar mandi.
Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci
bagian tangan yang tadi sudah melaksanakan tugas
sebagai seorang laki-laki terhadap seorang
perempuan. Tak habisnya aku berpikir, kenapa
orang berumah tangga sudah sekian lama tapi si
perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja
dan itupun bukan oleh suaminya.
Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang
tamu dan kutemukan dia sedang melihat acara di
televisi, tapi kulihat
dari wajahnya seakan pikirannya sedang
menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya
saat itu.
“Vi, udah malam nih, saya pulang dulu ya ..”
Terhenyak dia dan menatapku ..
“Emm, pak, mau nggak malam ini nemanin vivi?”
Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu
karena memang tidak pikiran untuk menginap
dirumahnya malam ini, tapi aku tidak mau
mengecewakan dia yang meminta dengan wajah
mengharap.
“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di
kantor, dan kapan-kapan kita masih bisa ketemu
diluar kantor.”
Dia berdiri dan menghampiriku ..
“Terima kasih ya pak, vivi sangat bahagia malam ini,
saya harap bapak tidak bosan menemani saya.”
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia
untuk membantu kamu dalam hal apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang
sekarang dan tolong sampaikan salam saya buat
ibu.”
Akhirnya aku pulang dengan terus dihinggapi
pertanyaan didalam pikiranku, kenapa dia bisa
begitu, kasihan sekali dia.
Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi
sekali karena memang selalu banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa
karena biasanya yang sudah ada saat aku datang
adalah office boy, tapi ternyata pagi itu aku disambut
dengan senyuman vivi yang sudah duduk di meja
kerjanya. Tidak seperti biasa, pada hari-hari
sebelumnya aku selalu melihat vivi dalam
penampilan yang lain dari pagi ini, sekarang dia
terlihat berseri dan terkesan ramah dan akrab.
“Pagi vi.”
“Pagi pak.”
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”
“Ah bapak, bisa aja, tadi malam saya tidur pulas
sekali.”
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”
Aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku
yang memang tidak jauh dari meja kerjanya, dari
dalam ruangan kembali aku menengokkan wajah ke
arahnya, ternyata dia masih menatapku sambil
tersenyum.
Tidak seperti biasanya, aku merasakan hari ini
bekerja merupakan sesuatu yang membosankan,
suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yang
memang dari hari ke hari selalu saja ada sesuatu
yang harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini.
HP didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yang
masuk, kubuka SMS tersebut yang rupanya datang
dari cewek diseberang ruanganku yang tadi pagi
menatapku sampai aku masuk ke ruangan ini .. ya
dia, vivi.
“Pak, nanti mlm ada acara gak? kalo tidak bisa gak
bapak menuhin janji bapak tadi malam.”
Begitulah isi SMS yang kuterima, aku berpikir agresif
juga nih cewek pada akhirnya. Kuangkan telepon
yang ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor
extensin dia.
“Kenapa gitu vi, mau ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, enggak, vivi udah nyediain
makan malam di rumah, bapak bisa kan makan
malam sama vivi nanti malam?”
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang
parkir ya.”
“Iya pak, ma kasih.”
Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah
terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan
ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana
vivi sudah menungguku, tapi dia tersenyum waktu
melihatku datang, tadinya kupikir dia akan kecewa,
tapi syukurlah kelihatanyya dia tidak kecewa.
“Maaf jadi nunggu ya vi, harus beres-beres sesuatu
dulu.”
“Nggak apa-apa pak, vivi juga barusan ada yang
harus diselesaikan dulu dengan neni.”
“Yo.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia,
dan dia masuk kedalam mobil kemudian duduk
disebelahku.
Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa
terasa akhirnya kami masuk ke komplek perumahan
dimana vivi tinggal lalu kami turun menuju ke
rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya
dengan susah, rupanya ada masalah dengan kunci
pintu tersebut. Aku tidak berusaha membantunya,
karena dari belakang baru kuperhatikan kali ini kalau
bagian tengah belakang milik vivi menarik sekali,
lingkarannya tidak terlalu besar, tapi aku yakin laki-
laki akan suka bila melihatnya dalam keadaan
setengah berjongkok seperti itu.
Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan
aku masuk, dan kamipun masuk. Setelah
mempersilakan aku untuk duduk, dia pergi ke
kamarnya, setelah itu dia kembali lagi dengan
pakaian yang sudah digantinya, dia tidak langsung
menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur
dan kembali dengan segelas air putih dan segelas
kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu
kok nggak minum kopi juga vi?”
“Saya nggak pernah minum kopi pak, nggak boleh
sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar vivi
yang mindahin.”
“Bolah, sekalian saya mau ikut ke kamar mandi dulu,
badan rasanya nggak enak kalau masih ada
keringatnya.”
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”
Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yang
kuserahkan sedangkan aku ngeloyor ke kamar
mandi untuk terus membersihkan badan yang
memang rasanya agak nggak enak setelah barusan
diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yang cukup
macet tidak seperti biasa.
Keluar dari kamar mandi kudapati vivi kelihatan
sedikit bingung, kutanya dia,
“Kenapa vi, kok seperti yang bingung begitu ..”
“Anu pak, barusan ada telepon dari restoran yang
saya pesani untuk makan malam, katanya nggak
bisa nganter makanan yang dipesan karena
kendaraannya nggak ada.”
“Ya sudah nggak apa-apa, kita kan bisa bikin
makanan sendiri, punya apa yang bisa dimasak?”
“Adu pa, vivi jadi malu.”
“Udah nggak apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa
masak barengan.”
Kataku sambil tersenyum, vivi melangkahkan
kakinya menuju dapur dan kuikuti, sampai didapur
dia membuka lemari es yang ternyata hanya ada
sedikit makanan yang siap masak disana. Akhirnya
kami masak masakan seadanya sambil berbincang
kesana kemari.
Tanpa sengaja aku perhatikan postur tubuh vivi
yang terlihat lain dengan pakaian yang dikenakan
sekarang, pakaian yang sedikir agak ketat
menyebabkan lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas,
sungguh bentuk tubuh yang sempurna untuk
wanita seusia dia. Tanpa sadar kuhampiri dia dan
dari belakang kupeluk dia yang sedang melakukan
tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh
kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke
bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya
ciuman biasa sampai akhirnya kami saling
berpagutan disini, ya di dapur miliknya.
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba
buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya.
Tangan vivi bergerak membuka kancing baju bagian
depan dilanjutkan dengan menyingkapkan BH yang
dia pakai, dengan demikian tanganku kiri kanan lebih
leluasa meremasnya. Beberapa saat kemudian
kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke
buah dadanya yang terlihat sungguh indah dengan
warna puting yang kemerahan, kujilat puting yang
sebelah kanan dan dia menarik nafas dalam
menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting
itu dan kuhisap dalam-dalam sambil tangan kananku
tetap meremas dadanya yang sebelah kiri.
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan
kuremas pantat yang kenyal itu. Kumasukkan
tangan itu ke dalam rok yang dia pakai dan disana
kuraba ada sesuatu yang hangat dan sedikit basah
dan kuraba-raba bagian itu terus menerus. Rupanya
dia tidak tahan menerima sikapku itu, tangannya
bergerak membuka resleting roknya dan
melorotkannya kebawah. Aku hentikan kegiatan
bibirku di buah dadanya lalu bubuka celana
dalamnya dan kutemukan bulu indah yang tidak
terlalu banyak disana kusingkapkan sedikit dan
kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian kecil
yang menonjol disana.
Suara lenguhan dari bibirnya sudah tidak
terbayangkan lagi, akan memperpanjang cerita kalau
saya tuliskan disini.
“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”
Aku terus melanjutkan kegiatan lidahku
diselangkangannya sambil terus memasukkan lidah
ini kedalam gua lembab yang berbau khas milik
wanita. Lenguhan demi lenguhan terus keluar dari
mulutnya sampai akhirnya kurasakan tubuhnya
mengejang dan bergetar dengan mengeluarkan
teriakan yang tidak bisa ditahan dari mulutnya, dia
sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan
seorang lelaku seperti aku ini, dan akhirnya
kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap
dia, danpa kuduga dia mencium bibirku.
“Pak kita ke kamar ya.”
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar
itu terlihat rapi, lalu kami duduk dipinggir tempat
tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia
bangkit berdiri dihadapanku seraya bertanya.
“Boleh saya buka pakaian bapak?”
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan
tersebut, lalu dia membuka seluruh pakaian yang
kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia
memegang senjataku yang dia dapati dibalik celana
dalam yang baru saja terbuka, lalu dia menciumnya
dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.
“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya
nggak pernah mau diperlakukan begini.”
Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan
kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga
dia lanjutkan kegiatannya tadi dengan mengulum
dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya
lebih nikmat dari yang tadi kurasakan. Akhirnya dia
berhenti berlaku seperti itu dan berkata.
“Pak, tidurin vivi ya.”
Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku
baringkan tubuhnya diatas tempat tidur, aku ciumi
sekujur tubuhnya yang dibalas dengan gelinjangan
tubuh mulus itu, akhirnya setelah sekian lama
kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang
senggama yang memang sudah basah dari sejak
tadi, dan “Ahh ..” itulah yang keluar dari mulut vivi,
sungguh nikmat sekali rasanya memasuki tubuh
yang telanjang ini, dan satu lagi, lubang
kemaluannya masih terasa cukup sempit dan
menggigit, terbersit lam pikiranku sebuah
pertanyaan, sebesar apa milik suaminya sampai
lubang ini masih terasa sempit seperti ini.
Kuperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya
menunjukkan bahwa aku sudah mengeluar
masukkan kemaluanku kedalam tubuhnya selama
dua puluh menit dan akhirnya kembali kurasakan
tubuhnya mengejang sambil mengeluarkan suara-
suara aneh dari mulutnya, akhirnya dia
menggelepar sambil memeluk tubuhku erat-erat
seolah tidak ingin lepas dari tubuhnya, karena
pelukannya itu aku jadi terhenti dari kegiatanku.
Beberapa saat kemudian vivi melepaskan
pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku melihat
sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu
membuat aku merasa puas karena malam ini dia
sudah dua kali mendapatkan apa yang selama ini
belum pernah dia dapatkan dari suaminya.
“Gimana vi?”
“Aduh, vivi lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”
“Vivi mau coba gaya yang lain?”
“Emm ..”
Kubangunkan tubuhnya dan kugerakkan untuk
membelakangiku, kudorong pundaknya dengan
pelan sampai dia menungging dihadapanku,
kumasukkan kejantananku kedalam lubang
senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, vivi
belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini ..”
Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam
tubuhnya dengan irama yang semakin lama
semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu
sampai akhirnya dia berkata “Pak vivi mau pipis
lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena
kurasakan ada sesuatu yang mendorong ingin
keluar dari dalam tubuhku.
Dalam kondisi lemas dan masih menungging vivi
menerima gerakan maju mundur dariku, mungkin
dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks,
dan akhirnya menyemburlah cairan dari
kemaluanku masuk semua kedalam tubuhnya.
Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku
lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku
dari lubang milik vivi.
Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan
nikmat yang diada tara, dia tersenyum puas sambil
menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur
dengan perasaan masing-masing. Dalam tidur aku
memimpikan kegiatan yang barusan kami lakukan
dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati vivi
masih terpejam dengan wajah yang damai sambil
masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia
terbangun, lalu kami meneruskan kegiatan yang tadi
malam terpotong oleh tidur sampai akhirnya kami
berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam
keadaan masing-masing telanjang bulat tanpa
sehelai benangpun menutupi tubuh kami.
Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan
kembali dia mengucapkan kata-kata yang tidak habis
aku bisa mengerti “Vivi belum pernah melakukan
seperti ini sebelumnya ..”.
Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah vivi,
sengaja masih pagi agar tidak ada orang di kantor
yang melihat kedatangan kami berdua untuk
menghindari sesuatu yang kami berdua tidak
inginkan.
Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap
terngiang kata-katanya yang sering mengucapkan
kata-kata “Vivi belum pernah melakukan seperti ini
sebelumnya ..” setiap saya berhubungan dengan dia
dengan gaya yang lain.
Berawal dari situlah kami sering melakukan
hubungan suami istri, dan itu selalu kami lakukan
atas permintaan dari dia, aku sendiri tidak pernah
memintanya karena aku tidak mau dia punya pikiran
seolah-olah aku mengeksploitir dia. Dan sekarang
vivi yang kukenal jauh berbeda dari vivi yang dulu,
dia menjadi orang yang ramah dan selalu
tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.
*****
Pemirsa, ini adalah sebuah pengalaman yang
walaupun saya menikmatinya tapi tetap terbersit
dalam pikiran kenapa masih ada [terutama wanita
seperti vivi] yang mengalami hal seperti itu,
sungguh harus menjadi contoh bagi kita kaum lelaki
untuk berusaha memuaskan pasangan kita, semoga
cerita ini menjadi cermin, dan walaupun begitu saya
akan meneruskan cerita ini ke babak selanjutnya ..
tunggu tanggal mainnya.
Oh ya, dalam cerita ini saya tidak banyak
menuliskan suara-suara apa yang timbul saat kami
melakukan kegiatan pertempuran laki perempuan,
karena saya yakin itu akan ada dalam imajinasi anda
sebagai pembaca:).


Adult | GO HOME | Exit
2/2648
U-ON

inc Powered by Xtgem.com