watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

KIRANI

Kenalkan, panggil saja aku Raymond (Ray). Saat
ini berusia 22 tahun, dan kuliah di sebuah
universitas terkemuka di Surabaya, dan belum
juga lulus. Nah, begini. Aku sama sekali tidak
merasa diriku ganteng, pandai, ataupun alim. Aku
mantan pecandu (hampir semua sudah aku coba)
yang berhasil rehab (yang ternyata banyak sekali
gunanya). Hampir setiap hari aku melakukan
hubungan seksual dalam bentuk bagaimanapun,
dan maaf-maaf saja, aku tidak pernah
melakukannya dengan pereks ataupun pelacur,
tapi perawan kampus maupun anak SMU, dan
terkadang tangan kiriku. Ah.. itulah sebabnya.
Aku merasa beruntung dilahirkan dari sebuah
keluarga menengah, yang sanggup
membelikanku sebuah city-z dan m35 untuk
bekal kuliah. Hanya modal itu? Tidak dong. Modal
utamaku = Mulut dan Otak! Mau tahu caranya?
Coba kuulas pengalamanku baru-baru ini.
Aku mengenal Kirani sebenarnya melalui no. telp
di phonebook HP temanku. Waktu itu, aku hanya
sekedar iseng mengecek nomor-nomor cewek
yang ada di situ. Dan, voila! Kulihat nama KIRANI.
Ah, pertama kali tentu saja aku tidak berharap
banyak. Siapa tahu toh tampangnya kayak
kuntilanak, hueheuheuhe.. tapi suatu hari,
tapatnya tanggal 9 Desember 2000, karena
nganggur abis, di samping pingin merasakan
‘fresh meat’, kucoba menghubungi nomer
telponnya.
“Hallo.”
Lah kok suara bapak-bapak?
“Selamat malam, bisa dengan Kirani, Pak?”
sahutku dengan nada sesopan mungkin.
“Dari siapa?” jawab suara di seberang.
“Dari Ray, Pak.”
Dan bapak itu memintaku menunggu.
“Halo?”
Eh merdu juga suara si ‘neng’ ini. Dan karena ia di
rumah, padahal ini malam minggu, berarti..
“Halo? Kirani?” tanyaku dengan suara dimaniskan.
“Siapa ini?” gadis itu bertanya.
“Ray.” Jawabku singkat.
Sistemnya begini, kita tidak bisa membuat cewek
tertarik pada konversasi kita hanya dengan
menggunakan interogasi lapuk seperti ‘rumahnya
di mana’, ‘kuliahnya di mana’,'udah punya pacar
belum’. Namun kita pasti bisa menarik perhatian
seorang cewek apabila kita menyerbunya dengan
sebuah cerita atau pertanyaan spesifik di luar
identitasnya. Dan itulah yang kulakukan, tanpa
memberinya kesempatan untuk menanyakan
identitasku.
“Ah, cuman Ray saja.” jawabku, dan dengan
cepat kulanjutkan, “Aku pingin curhat..” dan
membiarkannya bingung dan merasa lucu
sendiri, akhirnya (90% cewek selalu begini) ia
berkata, “Oke deh, curhat apa?”
Masuk, kan? Kalau dia tidak bilang begitu, tinggal
saja. Cewek seperti itu takkan bisa masuk
perangkap.. hehehehe.
“Begini, Rani..” dan akupun mengarang cerita
tentang betapa cintaku dikhianati seorang gadis
yang sudah kukasihi sekian tahun lamanya,
betapa hatiku sedih membayangkan seluruh
pengorbananku sia-sia dan sebagainya (pokoknya
yang sedih-sedih dan semua salah si cewek).
“..begitu.” aku mengakhiri ceritaku, “Bagaimana
menurutmu?”
“Gimana, yaa..” suaranya terdengar ragu,
“Menurutku sih, yang salah ceweknya..”
Sampai di sini aku menarik nafas lega, jadi aku
sudah berhasil menarik simpatinya atas
penderitaanku. Dan kami berbincang-bincang
cukup lama mengenai masalah itu sampai
akhirnya ia kembali menanyakan, “Ray siapa sih?
Tahu nomer telponku dari mana?” Namun tentu
saja dengan nada yang lebih akrab. Oh, satu hal
yang selalu kupegang, jangan pernah terlalu
banyak cerita mengenai diri sendiri, karena
mendengar cerita lawan bicara dengan baik akan
memberikan kesan yang baik pula, cerita
mengenai diri sendiri justru akan bernuansa
membosankan. Jadi kujawab apa adanya dan
kuajukan pertanyaan universal yang
membuatnya banyak omong kepadaku, sampai
akhirnya ia bertanya sendiri, “Dih, aku cerewet
yah?” Oh, tentu tidak. Ceritamu sangat menarik,
walaupun aku ngantuk mendengarnya, dan
rokokku hampir habis. Hehehehe.
Jadi aku berhasil mendapatkan alamatnya, cukup,
jangan mendesak lebih lanjut, kukatakan aku akan
menelponnya besok, ia setuju, dan tanpa
menunggu lebih lama, aku langsung menuju ke
jl. Gubeng Airlangga xx no. xx. Tidak mampir,
aku hanya melihat dan melewatinya saja. Santai,
tak perlu terburu-buru. Dan daripada nganggur,
aku langsung berangkat ke kos-kosan te-te-em
(teman tapi mesra) ku di Barata Jaya xx.
Mengajaknya keluar jalan-jalan dan
membujuknya hingga dia mau menghisap
penisku di dalam mobil.
Keesokan harinya, tepat pukul tujuh malam,
sesuai janji kemarin, aku melancarkan serangan
berikutnya. Kali ini kuawali dengan bercerita
tentang sebuah tabrakan maut yang entah di
mana (aku lupa, soalnya aku hanya mengarang
saja, hehehe), yang membuatnya sangat tertarik,
lalu menarik simpatinya dengan pengalamanku
dengan mantan kekasihku, si narkoba, dan
membahas topik permasalahan kemarin,
sehingga aku berhasil berbicara dengannya
kurang lebih satu jam setengah. Seperti biasa
pula, cewek akan merasa akrab kalau kita bisa
membuatnya tertawa, senang, dan banyak
omong. Sehingga..
“Rani, aku pingin tahu wajahmu loh.” kataku tiba-
tiba.
“Kapan? Sekarang? Udah malam lagi.” kudengar
Rani berkata di seberang. Jadi sudah boleh, kan.
“Besok, jam lima sore.”
Jangan membuat langkah ragu, dan pilih waktu
yang tak membuatnya curiga.
“Okeh, nggak pa-pa. Kutunggu.”
Pembicaraan yang lama akan membuat
seseorang lupa ketika berjanji, sehingga Rani lupa
bahwa besok masih puasa, jadi aku bisa
menawarkan berbuka puasa bersama setibanya
di kosnya. Lumayan cerdik? Tentu saja. Oh,
beberapa hari ini kukonsentrasikan energiku untuk
mengejarnya, jadi sejenak aku
mengesampingkan tuntutan nafsuku, paling tidak
sampai aku mendapatkan Rani.
Semuanya berjalan lancar-lancar saja. Jangan
pernah menunjukkan perubahan dari gaya bicara
di telpon dengan saat bertemu, seburuk apapun
kemungkinan yang akan terjadi. Dan ternyata,
wow, sangat jauh dari buruk. Heran juga kenapa
temanku bisa dapat no. telpon si Rani. Anaknya
cantik, kulitnya putih bersih, rambutnya
bergelombang mengingatkanku kepada Bella
Saphira, hanya dadanya sedikit kecil untuk tipeku,
selebihnya oke-oke saja, bahkan sangat oke.
Kuusahakan membuat ia tertawa terus, dengan
mengarang cerita-cerita konyol dan memainkan
raut wajahku. Matanya berbinar-binar, sebagai
pernyataan keakrabannya denganku. Dan ketika
aku mengingatkannya pada waktu buka puasa,
setelah menunggunya shalat (aku shalat darurat
di mobil, hehehe), kamipun meluncur mencari
tempat makan. Oh, tentu saja kuusahakan
mencari tempat kelas menengah yang
menimbulkan kesan atraktif, seperti Wapo
Airlangga, misalnya.
Selama perjalanan, aku agaknya berhasil
membuatnya terpesona dengan sikap gentle-ku.
Ia tersenyum manis saat kuberikan sebatang
Toblerone (yang sudah kusiapkan sebelumnya),
dan mengucapkan terima kasih saat kubukakan
pintu mobil untuknya. Dan ketika aku
menanyakan kapan ketemu lagi (bukan ‘boleh
ketemu lagi?’), ia langsung mengatakan, “Jumat
aku kosong.” Dan lihat, semuanya sangat perfect!
Hari Jumat aku mengajaknya jalan, dengan
terlebih dahulu memberikan alasan bahwa aku
paling bosan duduk terus, dan dengan keakraban
yang sudah terjalin, alangkah mudahnya
mengajaknya keluar. Hari itu aku mengajaknya ke
Pizza Hut di Plasa Tunjungan untuk sekedar
minum dan makan salad, karena kami sudah
berbuka puasa sendiri-sendiri sebelum aku ke
kosnya. Kali ini perbincangan kami seputar tipe
cewek idamanku, dan tipe cowok idamannya.
Dan tentu saja, dengan menjadi pendengar yang
baik, aku bisa mencocokkan tipe cewek idamanku
dengan sifat-sifatnya yang sudah kukira-kira dari
cerita-ceritaya selama beberapa hari yang lalu.
Dan aku tahu, tipe cowok idamannya pastilah
sudah kupenuhi semua, kecuali studi tentu saja,
soalnya aku paling malas kuliah. Aku tahu,
kemungkinan untuk me’nembak’nya saat itu
masih 80% berhasil. Jadi kuputuskan untuk
menahan sabar. Aku hanya memancing dengan
kata-kata, “Enak yah, punya cewek kaya kamu.”
Dan itu bisa membuatnya tersanjung,
membubung tinggi ke awang-awang.. dan..
brukk? Oh, itu nanti saja.
Sabtu besoknya, nah ini yang seru. Pukul
sembilan malam, aku menelponnya tiba-tiba,
yang tentu saja membuatnya bertanya-tanya.
Dan kubilang, ada hal penting yang membuatku
harus ke sana sekarang juga. Karena itu ‘hal
penting’ akhirnya ia bersedia menemuiku.
Hohoho.. sesampainya di kosnya, aku langsung
berlutut, tanpa mempedulikan teman-temannya
yang lagi nonton TV di ruang tamu. Memegang
tangannya dan memintanya menjadi pacarku.
Hehehe, wajahnya tersipu, dan aku tahu dalam
keadaan begini, dilihat oleh teman-temannya,
hanya 1% kemungkinanku untuk ditolak. Dan
begitulah, ia ikut berlutut dan menganggukkan
kepalanya, diiringi suit-suit teman-temannya yang
menyaksikan kami. Dengan luapan
kegembiraanku (berhasil! berhasil!) kupeluk
pinggangnya yang ramping dan kuangkat tinggi-
tinggi, membuatnya menjerit-jerit kecil dan
teman-temannya tertawa. Aku, langsung pulang,
membiarkannya larut dalam kejadian yang
mungkin baginya sangat luar biasa, hahaha..
jahatnya aku.
Minggu besoknya, kami berdua menghabiskan
waktu di Dunkin’s Donuts, sambil bercerita
‘ngalor-ngidul’. Oh, Rani yang lugu. Tarkadang
terselip rasa menyesal.. masa? Hohoho..
Hari Selasa, minggu lalu, aku berhasil mencium
bibirnya, untuk hal ini, aku selalu menjaga
reputasiku yaitu dengan tanpa harus mengajukan
pertanyaan bodoh seperti “boleh kucium
bibirmu?”. Kalau pingin cium, ya cium saja. Itu
prinsipku, buat apa tanya?
Jumat kemarin, aku mengajaknya shalat tarawih.
Setelah itu, aku mengajaknya berputar-putar di
jalanan Surabaya, sambil memeluk dan
menikmati lengan kiriku yang tertekan ’susu’-nya.
Dan sampailah kami di saat setan lewat, dimana
kami diam menikmati ‘kebersamaan’ kami.
Nah, saat itulah kubisikkan di telinganya, “Rin, ke
rumahku yuk.”
Rina hanya menggelendot manja di pelukanku.
Ah ya, aku tinggal di Surabaya dengan
mengontrak sebuah rumah yang lumayan di
daerah Rungkut Harapan. Aku tinggal bersama
dua orang temanku. Yang tentu saja sudah
kusuruh ngacir ketika aku berhenti untuk mengisi
bensin.
Lalu..
Rani tidak meronta ketika sambil berdiri kupeluk
dan kulumat bibirnya. Aku tidak pernah menutup
mataku kalau sedang berciuman, hal yang
bodoh, karena melihat matanya yang terpejam
dan hidungnya yang kembang-kempis
merupakan sebuah kenikmatan tersendiri
bagiku.”Ahh..” kudengar nafasnya yang
mendesah saat kupegang dan kuremas
payudaranya dari lapisan bajunya, “Oohh.. hh..”
kurasakan nafasku juga sedikit memburu,
kumasukkan tanganku ke dalam bajunya, meraba
raba cup BH-nya, menikmati kekenyalan
‘bemper’nya. Kubiarkan saja tangannya
tergantung di sisi-sisi tubuhnya, lagipula, Rani
(sesuai pengakuannya) kan masih hijau dalam
berpacaran.. hehehe.. bingung kali dia harus
ditaruh di mana tangannya, tidak seperti Eci yang
pasti sudah langsung merogoh celanaku.
“Mmmhh..” kulumat bibirnya yang terbuka, dan
kutekan pantatnya dengan tangan kananku
sehingga menekan penisku yang mulai ’siap
grak’. “Hhh..” hembusan nafasnya terasa mulai
cepat.. dengan tetap memeluknya (dan tanganku
masih meremas payudaranya), kubimbing dia
memasuki kamarku. Toh nggak ada orang, jadi
kubiarkan pintu kamar terbuka. Kududukkan dia
di tepi ranjangku, sip. Kuangkat kakinya dan
kujatuhkan kepalanya sehingga ia berada dalam
posisi terlentang, sementara aku berjongkok di
sebelah ranjang. Kulumat lagi bibirnya, sementara
tangan kananku mengangkat bajunya hingga BH-
nya menyembul keluar, dan menyelipkan
tanganku di BH-nya, merasakan putingnya yang
mulai mengeras di ujung jari-jariku.
“Ahh.. uhh..” Rani mulai mendengus-dengus
menikmati sentuhanku. Tanpa pikir panjang,
langsung kuraih kancing celananya dan menarik
reitsletingnya, ehk, tangannya memegangi
tanganku, matanya mendadak terbuka.. ups..
“Ssshh.. kamu percaya kan sama aku?” bisikku di
bibirnya. Dan kulumat bibirnya sebelum ia
sempat menjawab apapun. Kurasakan
pegangannya pada tanganku melemas, matanya
mulai terpejam lagi. Jadi kuteruskan saja.
Kumasukkan tanganku di lipatan celana dalamnya
yang berwarna krem, merasakan bulu-bulu
vaginanya yang lebat, memijat-mijat permukaan
vaginanya, merasakan tanganku basah oleh
‘cairan’nya. “Aahh.. hh.. mm..” kudengar
nafasnya yang mendesah-desah dan matanya
berkerut-kerut saat kujepit labia mayoranya
dengan jari-jariku, memainkannya, memijat-
mijatnya, dan kepalanya tertarik ke belakang saat
jari tengahku menemukan kelenjar vaginanya dan
menekan-nekan serta menggosok kelenjar
tersebut.Akupun tenggelam dalam kenikmatanku
sendiri, ‘adik’ku sudah tegang sekali, jadi akupun
bangkit berdiri, melihat matanya yang masih
terpejam dan bibirnya yang tergigit.
“Ray.. hh..” kudengar ia mengeluh sambil
memandangiku saat kutarik celananya berikut
celana dalamnya. Bulu-bulu vaginanya terlihat
lebat dengan celah yang mengundang, bibir
vaginanya tampak memerah, mungkin akibat
gesekan dan pijatan jariku tadi. Dan tanpa
menunggu reaksinya lebih lanjut, kumasukkan
kepalaku ke dalam lipatan pahanya dan menjilat
penuh nafsu, “Aahhkk.. nngghh..” kudengar ia
mengeluh, badannya bergerak-gerak, pahanya
menjepit kepalaku saat kugerakkan lidahku
menjilat-jilat kelenjar vaginanya. Kunikmati rasa
anyir yang memasuki mulutku, kuangkat
tanganku, meraih kedua buah dadanya sekaligus,
dan menekan-nekan memijat-mijat,
membuatnya menjambak-jambak rambutku,
pantatnya mulai terangkat dan bergerak liar.
Kutinggalkan vaginanya, dan bangkit berdiri, lalu
melepas bajuku dan celanaku. Oh.. Rani rupanya
lebih memilih untuk tidak melihatku telanjang. Ya
sudah, pikirku. Kubuka pahanya dan kutempelkan
batang penisku ke atas vaginanya. Mmmhh..
kunikmati benda yang empuk itu menekan
penisku. Kubiarkan saja. Kuciumi bibirnya dan
kuangkat punggungnya, melepaskan kaitan BH-
nya, dan mengangkat bajunya melewati kepala
dan tangannya, sementara Rani hanya pasrah
saja, sambil sesekali mengeluh nikmat. “Ahh..”
kuhembuskan nafasku penuh kenikmatan saat
kujatuhkan tubuhku menempel ke tubuhnya
yang telanjang. Kugerak-gerakkan pinggulku,
mambuat penisku menekan dan menggesek
kemaluannya. Kuciumi matanya, hidungnya,
bibirnya, dagunya, menelusuri lehernya, ke
dadanya, kuremas payudaranya dan kuhisap
putingnya yang berwarna coklat muda secara
bergantian.
“Ray.. ahh..” kudengar Rani menyebut-nyebut
namaku penuh kenikmatan, kutekan penisku lebih
kuat, menggesekkannya menelusuri celah
vaginanya, licin, terkadang kutarik penisku agak
jauh turun, dan menekan maju, sehingga
menekan lubang vaginanya dan menyibakkan
bibir-bibirnya ke samping. “Ahh.. kk.. hh.. aahh..”
nafasku memburu, dadanya terasa hangat di
dadaku, kuciumi lagi bibirnya yang terbuka
terengah-engah, kuangkat sedikit dadaku,
membiarkan ujung-ujung putingnya menyapu
kulitku, kupegang pantatnya dengan tanganku
dan kutekan lagi penisku. “Rani.. uhh..” aku mulai
terbawa nafsuku sendiri.
Kutarik lagi penisku, dan kali ini menekannya agak
kuat, dan (aku sendiri kaget) Rani menjerit
kesakitan saat ujung penisku mendadak masuk
persis di lubang vaginanya.
“Ray.. jangan..”
bangsat.. kepalang tanggung.
“Rani.. please..” desahku, ujung penisku masih
menancap sedikit di ujung lubangnya yang
sempit.
“Ray.. jangan, Ray..”
Shit.. kutekan lebih dalam.. Rani menjerit kecil,
“Aaachkk.. nngghh..” kulihat air mata menetes di
pipinya. Shit.. shit.. kugigit lehernya dan.. shit..
kutekan sekali lagi lebih dalam.
“Ray.. hhkk..”
Kutarik.. kutekan lagi.
“Rani.. uhh..”
Ahhkhkkh.. dan cepat-cepat kutarik keluar
sebelum spermaku memasuki vaginanya.
Kulepaskan gigitanku, merasakan penisku yang
menempel di sprei ketika kuturunkan pantatku.
Keringat membasahi tubuhku.
v”Rani ..?” kucoba memanggil namanya,
“Rani..??”
“Rani..!!” kuangkat tubuhku, dan kulihat mukanya
yang memerah. Buliran air mata tampak jatuh
dari ujung matanya, Rani menggigit bibir
bawahnya, matanya terpejam dan alisnya
berkerut, hidungnya kembang-kempis. Shit..
kulirik ke bawah dan alangkah terkejutnya aku
melihat setitik gumpalan darah kehitaman
menodai ujung penisku yang mulai mengecil.
“Rani.. sakit ya?” tanyaku sambil kuturunkan
tanganku menyentuh celah vaginanya,
menggosok-gosok sebentar. Kulihat mata Rani
masih terpejam dan air matanya masih keluar,
bibirnya bergetar. Kugosok lagi celah vaginanya
dengan gerakan memijat dan kugosokkan di kulit
pantatku.
“Rani.. sori yah.. sakit?” terus kuulang-ulang
pertanyaan itu sambil tetap menggosok-gosok,
akhirnya kulihat tangannya terangkat menutupi
matanya, dan Rani mengangguk perlahan.
“Uuuh.. sayang..” kukecup manja bibirnya.
“Kusayang, yah?” tanyaku pelan dan dia
mengangguk. Kuturunkan kepalaku ke perutnya,
terus turun sehingga aku dapat melihat dengan
jelas kondisi vaginanya. Wah, lumayan hancur.
Kuperhatikan dengan seksama, memastikan tak
ada noda yang menempel, kubelai noda-noda
yang tersisa dengan tanganku, membaurkannya
dengan air liurku, dan menggosokkannya di
pantatku sambil berkata, “Disayang, yaa.. cup
cup..” Sebentar-sebentar kutekan permukaan
vaginanya, memastikam cairan itu tidak keluar
lagi. Setelah yakin semuanya bersih. Kutarik
tubuhku ke sampingnya, kupeluk Rani dengan
mesra, dan kubisikkan di telinganya,
“Rani.. kamu tahu apa yang membuatku senang
saat ini?”
Rani menggeleng lemah, tangannya masih
menutupi matanya.
“Hihihi.. bener mau tahu?”
Rani diam saja.. bahunya masih bergerak-gerak.
“Ngga sampai bobol kok.. tuh lihat saja.. masih
bersih..”
Dan Rani mengangkat tangannya, tertawa sambil
menangis dan memelukku.
“Kan aku sudah bilang tadi.. percaya dong sama
Ray,” ucapku setengah berbisik, dan kukecup
keningnya. Ahh.. Rani.
Uwaahh.. aku mungkin harus bersyukur entah
pada setan mana soalnya spreiku tak sampai
ternoda, bisa cialat deh kalau Rani melihat ada
noda di situ. Dan.. satu lagi nama perawan
masuk ke buku harianku.
Mungkin pembaca bertanya padaku, kenapa bisa
semudah itu Rani bisa diajak bercinta, oh, Rani
bukan cewek gampangan. Tapi yang terpenting,
carilah cewek yang di bawah kelas kamu, lugu,
agak jauh lebih muda, dan berikan dia pesona
dan sebuah keoercayaan, then.. see now?
Hmm, sampai sekarang aku masih berhubungan
dengannya, sambil mencari-cari cara bagaimana
untuk meninggalkannya. Beberapa teman
cewekku menawarkan untuk membantu, tapi
sepertinya aku mempunyai cara sendiri, mungkin
setelah tahun baru. hehehehe.. kita lihat saja, oke.
Tunggu saja.


Adult | GO HOME | Exit
1/489
U-ON

inc Powered by Xtgem.com