watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

TERDAKWA

Sinopsis: Cemburu itu perlu, tetapi akan jadi repot
bila menjadi cemburu buta. Bagaimana bila anda
dalam posisi sebagai terdakwa? Dalam hal ini, istri
anda bukan lagi menuduh atau menyangka, tetapi
mendakwa anda telah berselingkuh, sementara
anda sendiri tidak melakukannya. Cukup sulit
memang menjelaskan persoalan yang
sebenarnya kepada pasangan yang sedang
dibakar api cemburu, dan terlebih menyakitkan
adalah masa-masa proses menunggu padamnya
api cemburu tersebut. Senjata ampuh untuk
memadamkan api cemburu adalah kesabaran
dan waktu.
Seperti pada umumnya, pasangan muda yang
sama-sama bekerja mengakibatkan urusan
pekerjaan rumah terpaksa dikerjakan oleh pihak
lain dalam hal ini pembantu rumah tangga. Kami
menempati sebuah rumah mungil dengan dua
kamar tidur, yang terdiri dari satu kamar agak
besar untuk kami di bagian depan, sementara
yang satu lagi di bagian belakang dengan ukuran
sedang dicadangkan untuk anak kita kelak. Kami
berniat ingin mempunyai anak satu saja. Karena
kami belum mempunyai anak, maka kamar
tersebut lebih sering digunakan sebagai kamar
tamu. Sementara itu kamar prt (pembantu rumah
tangga) ada di bagian belakang.
Istriku adalah anak bungsu dari lima bersaudara,
sementara aku adalah anak nomor tiga dari enam
bersaudara. Karena kami berdua dari keluarga
besar, dengan alasan inilah kami ingin
mempunyai anak tunggal saja. Pembantu rumah
tanggaku telah berganti beberapa kali, mungkin
tetangga melihat kami berdua itu seperti apa gitu,
galak, jahat, atau sejenisnya. Kami berdua sepakat
sebelum mempekerjakan prt bahwa tidak akan
mempekerjakan prt yang telah berumur. Selain
risih menyuruh orang tua, juga gimana sih kalau
minta tolong sama orang yang berumur, nggak
tega. Walaupun dia prt, khan manusia juga.
Biasanya prt yang telah berumur memang tidak
sekuat yang muda, tetapi lebih telaten, dan
biasanya masakannya lumayan enak. Kemudian
diusahakan jangan yang janda. Ini permintaan
istriku sendiri. Alasannya membuatku tertawa, dia
bilang kalau janda khan sudah pernah merasakan
hubungan intim, terus kalau pas lagi "nafsu",
khan bisa repot. Repotnya, dia bisa "main" sama
tetangga, terus mainnya di rumah kami, khan jadi
kacau urusannya. Kalau prianya baik. Kalau
nggak? bisa terkuras habis deh isi rumah. Apalagi
bila sampai aku digodanya juga, katanya sambil
memencet hidungku.
Pernah dapat pembantu dari suatu yayasan.
Ternyata belum ada satu minggu sudah tidak
betah. Akhirnya diganti oleh yayasan tanpa keluar
biaya lagi. Nampaknya kejadian itu berulang,
hingga akhirnya kami putuskan tidak pakai prt,
karena setiap ganti khan kami harus memberikan
pengarahan pekerjaannya. Lha kalau tiap minggu
ganti, khan sama saja dengan kami yang
mengerjakannya.
Karena kesibukan kantor, nampaknya kami tidak
sanggup melakukan pekerjaan rumah lagi.
Bayangkan, mencuci baju digabung dalam satu
minggu dikerjakan hari sabtu, khan lumayan tuh.
Aku yang mencuci, istriku kebagian menyetrika
pakaian seminggu. Dia yang masak apa adanya,
dan aku yang menuci piring. Dia yang menyapu,
aku yang mengepel. Pertama sih biasa, lama
kelamaan tidak sanggup juga.
Kami mendapatkan info ada tempat pengelolaan
prt (bukan yayasan). Yah kami coba. Kami ambil
satu orang, sampai rumah sudah agak malam,
eh, besok paginya sudah hilang, ninggalin surat
bahwa dia disekap sama pengelola itu, dan
ngambil uang belanja di dekat kulkas, untuk
pulang kampung katanya, sambil mengucapkan
maaf dan terima kasih.
Istriku geleng-geleng. Yah, balik lagi kerja sendiri
lagi. Ternyata lebih capek mengerjakan pekerjaan
rumah yang tidak pernah ada habisnya. Makanya
aku salut sama para ibu rumah tangga yang
sehari-hari pekerjaannya mengurusi rumah yang
kerja dari pagi hari sebelum matahari terbit
hingga jauh malam hari. Yang memasak untuk
keluarganya, yang berdandan untuk suaminya
(kalau pekerja khan dandannya bukan untuk
suami, terus kalau di rumah pakaiannya
seadanya, tul nggak?), yang memperhatikan
semua anak-anaknya (hanya saat sekolah saja,
dia tidak melihat), yang menyambut bila suami
pulang kerja dengan cantiknya (khan cantik untuk
suami), yang melayani kebutuhan suaminya
dengan sepenuh hati.
Akhirnya kami pun dapat rejeki. Sebelah rumahku
sedang memperbaiki rumah, saat istirahat siang
selagi bicara masalah bangunan, salah satu
tukangnya menawarkan keponakannya untuk
bekerja di rumahku. Kalau sekedar merawat
rumah dan bersih-bersih sih bisa katanya, hanya
tidak bisa masak. Karena pengalaman dikerjain
prt, aku coba menanyakan ke tetanggaku, si
pemilik rumah, kenal tidak dengan tukang yang
menawarkan prt itu. Ternyata dia kenal, karena
perusahaannya mempekerjakan tukang itu
(perusahaan tetanggaku bergerak di arsitektur),
dan sedang dipinjam untuk memperbaiki
rumahnya.
Aku dan istriku setuju untuk mengambilnya, saat
dia pulang kampung dia mengajak keponakannya
itu. Anaknya masih kecil, umurnya sekitar 16
tahun, hitam kelam, rambut ikal, kakinya nampak
banyak bekas luka, agak kurus, seperti tidak
terawat. Sebelum pulang, pak tukang
mengatakan bahwa dia menitipkan keponakannya
untuk bekerja di sini, mohon untuk dididik
perilakunya, terasa lebih kekeluargaan ketimbang
bisnis di yayasan tadi. Kalau dirasa tidak cocok,
dapat menghubungi di kantor tetanggaku, dan dia
akan membawanya kembali ke kampung. Sambil
pamit, aku memberikan uang pengganti transport
yang dikeluarkannya.
Seperti biasa, istriku memberikan contoh apa saja
yang akan dikerjakan, tentunya bertahap, tidak
sekaligus, biar dia tidak bingung. Hasil kerjanya
cukup lumayan, rumah selalu bersih, pakaian
tertata rapi. Biasanya aku dan istriku suka
berantem mencari pakaian yang satu di mana,
pasangannya di mana, kadang ada yang belum
disetrika, kadang lupa belum diangkat dari
jemuran di lantai atas. Kondisi saat ini boleh
dibilang sudah lebih baik buat kami. Soal masak,
karena prt-ku tidak bisa masak, jadi kami catering
saja. Istriku juga tidak bisa masak, jadi dia tidak
dapat mengajarkan prt-ku (Istri yang sempurna
khan harus 3M, macak/berias, masak, dan
manak/hamil. Di sini m1 bagus, m2-nya tidak
bisa, tinggal m3 tunggu tanggal mainnya).
Tidak terasa sudah sebulan. Mudah-mudahan dia
betah lama tinggal di sini, soalnya mencari prt itu
gampang-gampang susah. Dari istriku, aku tahu
bahwa dia meninggalkan kampungnya karena
bapaknya kimpoi lagi dan ikut dengan istrinya
yang baru, sementara ibunya (adiknya tukang
bangunan tadi) yang belum sempat dicerai,
pacaran dengan pria beristri. Runyamlah suasana
rumahnya bila kedatangan istri pacar ibu-nya.
Selain malu dengan tetangga, suasana rumah
juga mendukung untuk meninggalkan kampung.
Sementara untuk ke bapak, sepertinya lebih berat
dengan istri barunya ketimbang sama anaknya.
Oleh sebab itu dia sangat senang dengan bekerja
di tempatku.
Karena kerajinannya, istriku memberikan
beberapa fasilitas padanya, mulai peralatan mandi
untuknya, termasuk pembalut wanita, juga
memberikan beberapa kosmetika bekas istriku
yang masih dapat dipakai (hampir habis, tadinya
oleh istriku sudah mau dibuang, tetapi justru dia
yang meminta), juga diberikan pakaian tidur.
Semakin senang lah dia tinggal di rumahku. Dia
juga jarang bergaul dengan para prt tetanggaku,
ini merupakan keuntungan buatku, karena tidak
tertutup kemungkinan ngerumpinya para prt,
dapat membuat prt-ku loncat ke tetanggaku yang
lain karena tergiur gaji yang lebih besar. Juga
dengan lelaki, sepertinya dia anti laki-laki banget,
mungkin karena di kampungnya dia punya
masalah dengan beberapa laki-laki.
Lama kelamaan perubahan mulai terjadi. Yang
tadinya dia datang kurus, hitam, pokoknya seperti
orang tidak keurus saat itu, sekarang sudah agak
berisi malah sudah agak bulat badannya,
mungkin perbaikan gizi. Kulitnya pun sudah tidak
sehitam waktu baru datang, bisa jadi karena
jarang keluar rumah, jadi tidak kejemur (dulu di
kampung dia sering ke sawah). Sudah itu pakai
handbody bekas istriku segala. Udah deh, asli
berubah total. Pamannya saja sampai tidak
mengenali sewaktu datang berkunjung. Apalagi
kalau lagi mengepel lantai (kami berdua, aku dan
istriku tidak pernah mengepel dengan tongkat,
tetapi dengan cara merangkak, selain lebih bersih,
juga hitung-hitung olah raga. Cara ini juga
diterapkan ke prt), sepasang bukit kembarnya
berguncang, sejalan dengan semakin bulatnya
bentuk tubuhnya, payudaranya pun ikut
berkembang, khan proporsional.
Pernah nih, dia pakai bra-nya, mungkin sudah
tidak muat kali, putingnya kelihatan di balik kaos
tipisnya. Wah istriku, langsung menegurnya.
"Kamu pakai bajunya yang sopan, dong Min..!"
kata istriku. Mimin nama prt-ku.
"Habis punyanya hanya ini Bu.."
Karena bra-nya ukuran untuk cup "A", sementara
saat ini sudah mencapai cup "C", jadilah seksi
banget gitu. Kami (aku dan istriku) tahu bahwa dia
tidak mengada-ada, soalnya anaknya memang
lugu (bukan lu-lu, gue-gue, lho), apa adanya.
Ditanya sama istriku, "Kenapa kamu koq tidak
belanja bra baru dengan gajimu..?"
"Sayang Bu, rencananya uangnya nanti buat
modal jualan di kampung aja, ya saya pakai apa
adanya saja," jawabnya polos.
Ternyata dia punya rencana. Bila sudah tidak
diperlukan oleh kami lagi dia ingin wiraswasta,
katanya. Hebat juga pikirannya, kataku dalam hati.
Oleh sebab itu dia sayang sekali dengan uang
yang diperolehnya. Uangnya ditabung di Bank
Capek Antri, dekat rumahku. Karena pekerjaannya
bagus dan rajin, istriku menghadiahkan beberapa
bra dan pakaian baru yang dia beli di pasar.
Senang sekali dia menerimanya.
Pernah suatu siang hari aku menemukan dia
sedang tertidur di ruang tamu sambil nonton
televisi, atau lebih tepatnya televisi nonton dia
tidur. Memang suasananya mendukung sekali,
siang hari, capek habis mencuci dan menyetrika,
habis makan siang, hujan turun deras, sambil
nonton telenovela, yah sudah, telap, tidur lelap.
Dia tidak tahu kalau aku datang. Aku dan istriku
masing-masing memegang kunci rumah dan
kamar tidur, sementara istriku masih di kantor.
Aku pulang untuk mengambil berkas yang
tertinggal. Tampak dia tidurnya pulas sekali.
Hujan cukup lebat, hingga suara jatuhnya air
cukup keras.
Kuperhatikan roknya sudah tersingkap, sehingga
tampak celana dalam yang kebesaran/longgar.
Kaki kirinya lurus, sedangkan kaki kanannya
ditekuk dan agak melebar. Kuperhatikan itu khan
celana dalam istriku yang lama dan sudah tidak
dipakai lagi, karena sudah berlubang di bagian
depannya, berlubang bukan karena tajamnya
rudalku, tetapi istriku pernah mens, terus tembus,
atau mungkin karena perekatnya yang terlalu
kuat, lama kelamaan bahannya menipis, nah aku
mennyucinya terlalu kuat hingga berlubang, dan
tidak dipakai lagi oleh istriku. Aku tidak tahu
disimpan di mana dan akhirnya ditemukan oleh
prt-ku dan saat ini sedang dipakai.
Dengan celana dalam longgar dan berlubang itu
nampak belahan vaginanya yang bulat dan tidak
terlihat labia minor-nya, karena usianya yang
masih belia, tampak beberapa bulu kemaluan
yang halus dan hanya beberapa lembar saja.
Pandanganku bergerak ke atas. Tampak bajunya
tersingkap ke atas juga. Bra-nya terangkat ke atas,
sehingga cup-nya tidak menutupi payudaranya.
Kok bra yang baru tidak dipakai? Itu khan bra
yang lama; mungkin tadi suasana sebelum hujan
lumayan panas hingga tanpa sengaja, tergerak
untuk mengangkatnya.
Payudaranya lumayan juga, tidak putih tetapi
mulus dan area sekitar puting coklat muda,
dengan puting coklat muda sekali, mungkin lagi
mekar-mekarnya, tampak beberapa bagian
berwarna pink. Jakunku bergerak naik turun.
Beberapa saat kuingat, beberapa hari lalu saat
kedua mertuaku datang, istriku sedang
melakukan percakapan dengan ibu mertuaku
yang tidak sengaja kudengar.
"Kamu hati-hati sama babumu itu.." kata ibu
mertuaku yang mempunyai darah biru, nama
depannya masih menggunakan RA, dan bapak
mertua RM, sementara istriku Rr.
Dia memang agak tidak begitu senang dengan
prt-ku, tidak tahu kenapa. Makanya kalau
ngomong suka kasar sekali sama prt-ku.
"Iya Bu, tetapi namanya laki-laki Bu, bisa aja di
rumah kalem penuh perhatian, kita nggak tahu
kalau di luar. Ibaratnya kalau sudah semeter
keluar rumah khan bujangan lagi.." kata istriku,
aku tersenyum mendengarkannya.
"Betul itu, tetapi tetap kamu jaga, jangan sampai
pagar makan tanaman.." kata ibu mertuaku.
"Yah, kita sudah komit, saling percaya. Yah
terserah dia kalau mau menyalahgunakan
kepercayaan yang aku berikan.." jawabnya
diplomatis.
Akal sehatku ternyata masih berfungsi. Pilih
mana, "perang dunia ketiga" atau "kenikmatan
sejenak". Untung sering melakukan "pengeluaran"
di luar, sehingga dapat menahan laju nafsu
birahiku dan berpikir jauh. Segera kuambil yang
kuperlukan dan kembali ke kantor. Sorenya
pulang dan seperti biasa lagi. Tapi memang dasar
otak kotor, tiap melihat dia, bayanganku selalu
saja ke kejadian tadi siang, sepertinya dia berjalan
telanjang..
Keesokan harinya, aku bangun dan terasa segar
sekali pagi hari itu, saat aku akan telentang (aku
biasa tidur telungkup), kok ada yang licin di
kemaluanku. Belum sempat kubuka celanaku,
tampak di bedcover ada sesuatu yang basah,
piyamaku juga basah. Selagi bingung
memperhatikan yang basah-basah tadi, tiba-tiba
istriku sudah ada di sisi tempat tidur dan geleng-
geleng kepala, sambil menjewer kupingku.
"Ngimpi sama siapa, he..?" tanyanya.
"Eh eh, enggak jelas Ma, wajahnya.." jawabku.
"Aku nggak tanya wajahnya, SIAPA
ORANGNYA..?" tanyanya lagi sambil menjewerku
lebih keras lagi.
"Iya, ampun, ampun, sama Mama, baru aku
ingat, sama Mama.." kataku berbohong.
Aku baru ingat kalau aku ngimpi sama prt-ku.
GILA. Tapi asli, susah sekali memerawaninya, tapi
dalam mimpi, sampai-sampai karena susahnya
belum masuk sudah keluar duluan, peltu gitu,
yaitu yang sekarang lagi basah semua ini, jangan-
jangan gara-gara lihat kemarin siang nih.
Memang sih sudah lama aku tidak melakukan
hubungan "timsuis" (hubungan intim suami istri).
Akhirnya pagi itu juga aku dilayanin oleh istriku.
Ternyata enak juga yah, breakfast dalam bentuk
"timsuis". Rasanya seperti robot miliknya
keponakanku yang baru diisi battery baru, Full
Power. Setelah selesai, kami mandi dan
kumasukkan semua pakaian kotor ke dalam
ember pakaian kotor dan ke kantor bersama-
sama. Akibat kejadian itu, istriku membuat
kalender "timsuis", yakni setiap Kamis malam,
dan Minggu malam. Kecuali ada yang mendesak,
maka dengan kesepakatan bersama dilakukan di
luar perjanjian, karena akan pergi melakukan
perjalanan dinas atau sebaliknya. Jadwal tersebut
tidak mengikat, bila salah satunya kurang sehat
atau datang bulan, maka dapat dibatalkan.
Beberapa minggu tidak ada kejadian yang
menarik, hanya kedatangan kedua orangtuaku
dan kedua mertuaku, hingga suatu hari istriku
menemukan pembantuku sakit dan membawa ke
praktek dokter terdekat. Pulang dari sana, masuk
ke rumah. Aku dipanggil istriku dan diajak ke
dalam kamar tidur.
"Pa.., Mimin hamil.." katanya sambil menatap
tajam bola mataku, penuh selidik.
"Lho kok bisa..?" tanyaku.
"Ya bisa, dia khan udah mens, masalahnya di
rumah ini laki-lakinya hanya kamu.." katanya lagi.
Aku berpikir sejenak, masak sih, pakaian kotorku
waktu itu, setelah mimpi basah, kemudian dicuci
olehnya menyebabkan hamil. Ah tidak mungkin
lagi, khan sudah mati benihnya terkena udara
bebas.
"Ngaku aja Pa..!" kata istriku, mengagetkan
lamunanku.
"Ngaku gimana, aku nggak ngapa-ngapain koq..!"
kataku sambil tersenyum geli.
Gimana tidak geli melihat bola matanya
memandangku melotot seakan mau keluar,
terlihat juga kilatan cemburunya, mungkin sudah
tingkat emosi. Tiba-tiba tangan kanannya
bergerak akan menamparku. Segera kutangkap,
dan kupeluk tubuhnya. Dia meronta-ronta.
Kujatuhkan dia ke atas tempat tidur. Kukunci
tubuhnya.
"Aku jijik sama kamu, Pa, jijik. Jangan sentuh
aku," katanya mencoba melepaskan diri.
Kulonggarkan kuncianku. Segera dia melepaskan
dan pergi ke kamar mandi. Aku tahu, dia bukan
ingin buang hajat, tetapi melepaskan
kesedihannya di sana, menyembunyikan diri, dan
menguras air matanya. Dan esoknya tampak
kelopak mata akan terlihat cekung, kebiasaan dia
dari gadis, aku tahu itu.
Aku bingung juga, tidak makan nangka dapat
getahnya. Segera aku temui Mimin. Aku cari dia.
Ternyata ada di dalam kamarnya. Kupanggil agar
segera ke ruang tamu, kalau aku
mengintrogasinya di kamarnya, semakin berat
tuduhanku.
Setelah ke ruang tamu, "Min, kamu
melakukannya sama siapa..?" tanyaku.
Kulirik istriku sudah keluar dari kamar mandi, dan
berjalan ke ruang tamu dan ikut bergabung
dengan kami. Bukannya menjawab, malah
semakin deras air matanya. Repotnya urusan
sama wanita, nih gini ini, kalau sudah terdesak,
keluar deh air matanya. Diajak dialog seperti apa
juga jawabnya sama, diam dan menangis.
Ya sudah. Kutinggalkan mereka berdua. Aku
segera pergi ke kantor sendiri. Pulang kantor
suasana rumah tidak kondusif, tidak ramai, tidak
ada canda. Makan sih bersama, nonton tv juga,
tapi semua diam, mana malam itu jadwal
"timsuis" lagi, apes. Tersiksa, jadi terdakwa, kalau
dilihat dari alat bukti sih sudah jelas dia hamil, dan
penyebabnya pasti seorang laki-laki, dan di
rumah ini hanya aku laki-lakinya. Kalau orang luar
kemungkinan kecil, mengingat dia jarang keluar.
Ya tapi aku khan tidak berbuat, ah pusing. Aku
mau tidur saja deh, mau masuk ke kamar tidur,
sudah dikunci duluan, apes lagi deh. Terpaksa
tidur di sofa di depan televisi dan masih
menggunakan pakaian kerja.
Keesokan harinya, di sore hari aku lihat ada kakak-
kakak iparku datang. Wah tidak enak juga nih,
urusan dalam negri melibatkan pihak asing. Tetapi
demi kebenaran, tidak apa-apa deh, yang jelas
para orang tua tidak diundang. Tidak enak, khan
sudah tua masih saja mengurusi anaknya. Sudah
gitu urusan ginian lagi, apalagi bila ibu mertuaku
tahu, habis deh aku disemprot. Akhirnya kami
berdialog. Dialog sesama lelaki itu lebih nyaman,
walau kadang ada yang terbawa emosi. Ada
yang memutuskan aku cerai dengan istriku, dan
aku disuruh tanggung jawab. Ada yang usul lihat
saja kalau sudah lahir, test dna-nya, pokoknya
debat seru, bukan debat kusir. Pada intinya
kubilang bahwa aku masih mencintai istriku, dan
aku tidak "berbuat" dengan prt-ku. Kukemukakan
juga pendapat kalau aku mau selingkuh buat apa
sama prt-ku. Memangnya di luar tidak ada yang
"lebih baik", memangnya aku tidak punya
"modal" untuk berbuat, istriku malah melotot
menatapku, biarin, habis kesal sekali dituduh
terus-terusan.
Akhirnya diputuskan, demi kemanusiaan biarin
deh prt-ku tetap kerja, dan biaya persalinan
ditanggung olehku. Khan sebagai terdakwa. Dan
nanti akan ditest dna-nya. Sementara itu tidak ada
perceraian, tetapi tetap perang dingin. Jadi kami
menunggu proses persalinan saja. Hari demi hari
berlalu, dan hari ini, aku gajian. Seperti biasa,
kalau gajian kuserahkan semua buat istri, tetapi
karena lagi perang dingin, aku tidak
menyerahkannya. Karena ada suara telpon,
kupergi untuk mengangkat telpon di ruang
keluarga dan amplop gaji kuletakkan di meja rias
di kamar tidur.
Sekembalinya dari telpon, eh tuh amplop sudah
hilang. Kucari istriku sudah masuk ke kamar
mandi. Segera kuperiksa map keuangan rumah
tangga. Istriku selalu memasukkan uang gajian
kami berdua ke dalam amplop yang sudah
disediakan untuk pos-pos pengeluaran, mulai dari
cicilan, biaya telekomunikasi, biaya kesehatan,
biaya dapur, jajan, tabungan, asuransi, ngasih
orangtua hingga biaya tak terduga. Kami
memang sepakat untuk disiplin anggaran, lebih
boleh ke dugem (dunia gemerlap), kalau tidak ya
di rumah saja. Anggaran dibuat untuk satu tahun,
dan disepakati bersama.
Setelah istriku selesai mandi, giliran aku mandi.
Uh sudah lama tidak "timsuis", melihat istri habis
mandi keluar dari kamar mandi hanya ditutupi
selembar handuk saja sudah langsung protes nih
"adik"-ku. Aku segera masuk dan mandi, sambil
mandi aku mikir, waktu kuletakkan amplop gaji
dengan masuknya uang ke amplop-amplop
pengeluaran, kok cepet bener yah. Dasar
perempuan, perang dingin sih perang dingin,
urusan uang mah tetap, disikat juga. Kalau
kupikir-pikir, aku ini bayarnya bulanan, bukan
jam-jaman, tetapi sekarang bayar mah tetep,
makenya tidak, dasar apes. Yah sudahlah, besok
saja dimasturbasi. Tetapi memang kalau lagi
untung tidak kemana-mana.
Paginya aku wetdream lagi. Sebentar, aku replay
dulu sama siapa yah..? Hah, sama bosku. Gila,
diprogram saja tidak lho. Oh, mungkin saat aku
meeting anggaran, dia menerangkannya aku tidak
konsen dan mikir ke yang lain, maklum sudah
lama aku tidak "timsuis". Karena lagi perang
dingin, jadi tidak dijewer lagi, dia hanya melirik
terus buang muka, dalam hatiku salah sendiri
kenapa tidak dikasih, khan jadi gini akhirnya.
Malamnya aku nonton tv, biasa bertiga, tetapi
yang bersuara hanya televisinya saja, sementara
tiga manusia matanya menatap televisi tetapi tidak
tahu ke mana arah pikirannya. Tidak berapa lama
istriku tidak kuat ngantuk. Dia pergi tidur dan
mengunci kamar tidur. Tinggallah kami berdua.
Kucoba untuk bicara dengan prt-ku, kukecilkan
suara tv-nya.
"Mimin, kalau kamu nggak mengatakan siapa laki-
laki itu, toh lama kelamaan akan ketahuan. Nanti
kalau bayimu lahir akan ditest darahnya, dan itu
bisa ketahuan siapa bapaknya!" kataku. Dianya
hanya menunduk diam.
"Min, coba lihat suasana rumah sudah nggak
enak khan, aku didiemin sama Ibu, Ibu menuduh
Bapak, karena hanya aku sendiri yang laki-laki di
sini!" kataku. Dianya diam saja.
"Tolong bantuin aku dengan mengatakannya
siapa lelaki itu, Min.." kataku lagi. Dianya diam lagi.
"Kamu melakukannya sama tukang kebun
sebelah atau sopir di depan..?" tanyaku. Dianya
diam aja.
Capek ngomong sama patung, ya aku diam saja,
nanti kalau ditekan malah semakin nangis.
"Saya takut Pak untuk mengatakannya.." tiba-tiba
dia mengeluarkan suaranya, tetapi tetap
menunduk.
"Takut sama siapa..?" tanyaku, berhasil juga
rayuanku.
"Takut sama Ibu.." jawabnya, masih menunduk.
"Nah sekarang Ibu khan udah tidur?" rayuku.
"Sama Mbah Kakung.." jawabnya dengan
tertunduk.
HAAAHH. "Mbah Kakungnya Bapak apa Ibu..?"
tanyaku.
"Mbah Kakungnya Ibu..!" jawabnya sambil
melihatku dan menunduk lagi.
"Kamu yakin..?" tanyaku.
"Yakin Pak..!" jawabnya sambil mengangguk.
Ah lega lah, mungkin beberapa saat lagi aku akan
bebas dan dapat menikmati tubuh istriku,
senangnya, tetapi gimana membuktikannya yah?
"Bisa nggak kamu jelasin kejadiaannya..?"
tanyaku. Dia diam saja, mungkin malu, atau pahit
mengenang kejadian itu.
"Kalau kamu keberatan yah sudah nggak apa-apa,
tetapi akan sulit untuk membuat orang lain
percaya padamu. Saat ini boleh dibilang kita ini
senasib, Min. Kamu merasakan kepahitan hidup
dengan hamil tanpa suami, sementara aku
dituduh berbuat sama kamu dan aku jadi
terdakwa.." kataku lemah.
"Waktu itu Mimin sedang membersihkan lantai.."
jawabnya tiba-tiba.
Aku diam, menunggu penjelasannya lebih lanjut.
"Mbah Kakung sedang nonton televisi, Mbah Putri
sedang tidur di ruang tidur tamu (BO70: dia
sedang terapi, saat dia meminum obatnya maka
dia akan tertidur pulas, ada petir juga tidak
bakalan bangun, karena kata dokter dia harus
banyak istirahat).
"Saat saya membersihkan lantai, dia merhatiin
saya terus Pak. Selesai membersihkan lantai,
Mimin mandi. Setelah mandi, Mimin masuk ke
kamar. Belum sempat pintu kamar tidur Mimin
tertutup rapat, tiba-tiba Mbah Kakung masuk, dan
Mimin "ditindih" di kamar Mimin..." jelasnya
tertunduk sambil menangis mengingat kejadian
itu.
"Kamu kenapa nggak ngelawan atau teriak..?"
kataku.
"Udah Pak, waktu itu hujan lagi lebat, lagian Mbah
putri kalau tidur khan pules bener.." katanya
tertunduk, sambil menghapus air matanya
dengan ujung bajunya.
"Berapa kali sama Mbah Kakung?" tanyaku.
"Yah cuman sekali itu.." jawabnya malu-malu.
"Sakit nggak..?" tanyaku.
GOBLOK, ngapain aku nanya yang kayak gitu,
khan malu kalau wanita ditanya soal gituan.
"Nggak.." jawabnya singkat sambil melihatku,
tampak sudah kering air matanya.
Kaget juga aku kalau dia mau menjawab.
"Cuman merasa jijik aja sama kumisnya yang
kasar, sama cairan yang menempel di sini.."
katanya lagi sambil menunjukkan kemaluannya.
"Kamu sudah pernah melakukan seperti itu
sebelumnya..?" kataku.
"Belum pernah?" tanyaku untuk memancingnya,
"Bener, apa nggak punya keinginan?" kataku lagi.
"Nggak Pak, Mimin lihat keluarga Mimin
berantakan seperti itu, makanya Mimin nggak
mau kimpoi dulu, trauma. Makanya saya senang
kerja di sini, biar nggak lihat suasana rumah di
kampung. Kalau uangnya kumpul dan Mimin
sudah nggak dibutuhkan, Mimin mau dagang di
kampung, dan kontrak rumah sendiri.." katanya.
Aku berpikir, dia disetubuhi hanya sekali, tidak
merasa sakit, ehh.
"Min, waktu kejadian itu kamu telanjang nggak..?
Maaf Min, aku nanya ini maksudnya sebagai
bahan untuk membela kamu, jadi kamu jangan
salah paham.." kataku.
Tidak segera dijawab, dia melihatku dulu,
kemudian. "Waktu itu khan habis mandi Pak,
mana sempat pakai baju..!" jawabnya.
Oh iya yah, Goblok kwadrat deh aku, maklum
bentar lagi bebas jadi terdakwa, jadi processor
mmx-ku, ada sedikit illegal operation.
"Mbah Kakung.." kataku terputus, gimana yah aku
menjelaskannya, ah sudah lah cuek,
"Memasukkan kemaluannya ke 'punyamu'
nggak..?" tanyaku.
"Ya, dia berusaha Pak, cuman karena saya
meronta, nggak keburu masuk, tapi nggak lama
saya merasakan ada cairan hangat yang
membasahi punya saya Pak. Ih jijik..!" jawabnya.
Kalimat terakhirnya hampir tak terdengar, euh,
mulai lupa deh sama sedihnya. Duh, jawabannya
polos sekali, mendengarkan dia cerita, aku
merasa geli ya juga terangsang. Tapi dengan
demikian aku dapat gambaran yang cukup jelas.
Keesokan harinya, aku mencoba menghubungi
kakak-kakak iparku, dan melakukan rapat keluarga
lagi setelah pulang kerja. Pertama mereka
meragukan informasi yang kuberikan. Akhirnya
setelah melakukan pemeriksaan ke dokter
terdekat, (sebelumnya Mimin menolak diperiksa
selaput daranya bila dokternya pria, hingga kami
berusaha memenuhi keinginannya mencari
dokter wanita) terbukti bahwa dia masih
perawan, percayalah mereka bahwa apa yang
kuceritakan adalah benar. Sekarang tinggal
bagaimana menceritakan kepada istriku, yang
jelas jangan kepada ibu mertuaku, bisa kelenger
dia kalau mendengarkan berita ini. Juga kelanjutan
nasibnya Mimin dan melakukan konfirmasi ke
bapak.
Akhirnya diputuskan bahwa untuk membicarakan
ke bapak melalui kakak iparku yang wanita,
sedangkan untuk istriku lewat kakak iparku yang
pria dan tertua. Untuk Mimin diputuskan dia tetap
tinggal denganku, sedangkan bila selesai
persalinan, anaknya diambil oleh kakak iparku
yang tertua yang kebetulan belum memperoleh
keturunan hingga kini. Malamnya suasana mulai
agak berubah. Yang jelas istriku malu sekali
dengan aku yang telah menuduhku yang bukan-
bukan, hingga dia pun malu menegorku duluan.
Walaupun posisiku sudah menang, tetapi bukan
berarti semena-mena. Aku mencoba
berkomunikasi dengannya.
Saat malam aku mau tidur, aku mencoba
membuka kamar tidur. Eh ternyata tidak dikunci.
Ah sudah lampu hijau nih. Aku masuk dan
segera ke tempat tidur. Aku merayunya,
berusaha memanaskan tubuhnya. Aku belai,
tanpa penetrasi kecuali diperintah, foreplay selama
mungkin, perlahan. Malam itu kami melakukan
hubungan "timsuis" tidak seperti biasanya,
layaknya malam pengantin baru saja, maklum
sudah hampir sebulan ini aku tidak
melakukannya, dan kami melakukannya hingga
beberapa kali. Memang rasanya lain bila
melakukan hubungan "timsuis" setelah berpisah
karena perjalanan dinas. Apalagi bila habis
bertengkar kemudian baikan lagi, rasanya benar-
benar meresap. Seperti ikan bandeng presto,
bumbunya meresap dan tulang pun jadi lunak,
dapat di 'mam' lagi.
Akhirnya suasana rumah kami ceria kembali.
Hingga Mimin bersalin, ibu mertua tidak
mengetahui kalau dia punya anak tiri, sementara
istriku senang sekali punya momongan, adiknya
yang terkecil (???), khan benih dari 'bokap'-nya.
Tidak ada itu namanya ANAK HARAM, semua
anak terlahir dengan SUCI.


Adult | GO HOME | Exit
1/1013
U-ON

inc Powered by Xtgem.com