watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

TRADISI

Aku dilahirkan di sebuah desa yang memiliki
tradisi yang sangat unik terutama untuk urusan
mendidik anak tentang sek. Desaku adalah sebuah
desa yang agak terpencil. Untuk mencapai jalan
aspal saja kami harus meretas semak belukar
kurang lebih 30 kilometer dan hanya dapat
ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau dibelahan
lain negeri tercinta ini ada tradisi menyuguhkan
istri untuk tamunya (terutama orang terhormat —
daerahnya cari sendiri ya ada sungguh) kalau di
desaku hampir dapat dikatakan treesome tapi
dalam batas hubungan keluarga. Begini ceritanya:
Ayahku adalah anak kedua dari tiga saudara yang
semuanya laki-laki sedangkan aku anak tunggal
dikeluargaku, meskipun aku tumbuh di desa
tetapi sebagai anak tunggal aku tidak pernah
kekurangan bahkan kalau hanya gizi keluargaku
sangat berlebih. Sehingga aku tumbuh sebagai
anak yang cukup”bongsor”. Walau umurku baru
empat belas tahun tinggi badanku sudah lebih
tinggi dari ayahku dan di desaku anak-anak
seumurku rata-rata baru disunat mungkin karena
jauh dari Puskesmas dan tenaga kesehatan.
Uwak (Pak de Jawa) mempunyai anak dua orang
semua cewek dan pamanku mempunyai anak
satu orang juga cewek. Ketika itu aku baru tamat
SD dan seperti tradisi di desa kami aku akan di
sunat, saat itu umur ayahku kira-kira 40 tahunan
tentunya pamanku lebih muda lagi. Istri paman
yang biasa aku panggil bibi Irah adalah wanita
asal sedesa sebagaimana wanita desa yang
kegiatannya sehari-hari kesawah bibi Irah ini
mempunyai badan yang bagus singset dengan
perut yang kencang dan badan yang benar-benar
seksi meskipun kulitnya agak kecoklatan namun
masih ayu di usianya yang masih 30 tahunan.
Sebagaimana biasa bila dalam satu keluarga ada
yang mengadakan pesta maka semua kerabat
kumpul membantu apalagi bila ada pesta. Waktu
aku sunat maka keluarga Uwak dan paman
semua kumpul dirumah kami dan setelah pesta
usai baru satu persatu mereka pulang. Menurut
tradisi desa kami jika ada anak laki-laki sunat maka
yang mengurus segala kebutuhan dan merawat
harus istri pamannya, maka akupun harus diurus
istri pamanku. Karena rumah kami cuma berjarak
kurang lebih 50 meteran maka untuk
memudahkan tugas bibi Irah aku diboyong ke
rumah paman.
Akupun tidak merasa canggung ketika bibi
memandikan atau memberikan obat sulfanilamid
ke luka bekas sunatku. Sampai suatu ketika pada
hari ke tujuh aku sunat lukaku benar-benar
sembuh dan burungku sudah nampak gagah
dengan topi baja yang mengkilat. Karena merasa
sudah sehat aku bermaksud mandi sendiri dan
kamar mandi kami cuma terbuat dari bambu
yang dianyam namun untuk sumur dan bak
mandi sudah di semen.
“Ndo, (aku biasa dipanggil LONDO alias Belanda
karena aku tinggi dan rambuntuku kemerahan)
kamu belum boleh mandi sendiri lho.”, tegur bibi
ketika aku mengambil handuk dan peralatanku
mandi pada sore hari ketujuh.
“Memang kenapa bik?”
“Ihh pemali belum selasai masa pengasuhan bibi
nanti kita kena tulah”, jawab bibi.
“Jadi…bi”
“Ya kamu masih harus dimandiin bibi”, kemudian
bergegas bibi menghampiriku serta mengajakku
masuk bilik mandi.
Sebagai wanita desa bibi biasa hanya
mengenakan kemben dari kain, dan sore itu
seperti biasa bibi mengenakan kemben yang
menutupi dadanya hingga lutut, kalau selama
saya masih belum sembuh saya dimandikan
sambil duduk di kursi kayu sekarang saya berdiri
dan seperti biasa akupun tanpa canggung ketika
harus telanjang didepan bibiku.
Pelahan bibi mulai menyiramkan air ke tubuhku
yang telanjang dan dengan sendirinya badannya
yang masih terbungkus kainpun ikut basah, dan
seperti biasa bibi mulai menyabuni badanku
sambil sesekali posisinya merapat bila menyabun
bagian belakang badanku tanpa sengaja dadanya
yang suda basah kadang menempel di badanku,
ada perasaan yang berdesir ketika payudaranya
yang tidak terlalu besar menempel di dadaku
terasa masih kenyal hangat dan lembut, tanpa
terasa burungku perlahan mulai tegang. Begitu
bibi membungkuk untuk menyabuni badanku
yang bawah ia langsung teriak.
“Ahhh… Kamu sudah dewasa Ndo..”, serunya
sampil dia memegang burungku dan di usapnya
pelan-pelan, aku menjadi kaget karena serasa
seluruh tubuhku bergetar dan aku hanya bisa
mendesis karena tidak tahan merasakan
nikmatnya burungku ditangan bibiku.
Bibi lalu berjongkok dihadapanku denga posisi
wajahnya pas di depan selangkanganku bahkan
mulutnya persis didepan burungku. Tangan
kirinya masih mengusap-usap dan dan tangan
kanannya meremas-remas buah zakarku. Sambil
komat-kamit entah apa yang dilakukan kemudian
dia meniup burungku, kemudian mulutnya
didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati
kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala
burungku. Aku mendesis merasakan nikmat dan
kegelian yang membuat batang penisku semakin
tegang.
“Ohh… Biiiiiiik…”, desahku tertahan secara reflek
tanganku memegang kepal bibiku yang berambut
panjang hingga ikatannya terlepas maka
tergerailah rambut bibiku yang panjang sampai
ke pinggul, posisi duduknya yang jongkok
membuat kemben bibi kendor dan melorot
sehingga tersembulah payudaranya yang
kencang mengkilap terkena air sabun dan tiba-tiba
bibi mulai memasukkan burungku kemulutnya.
Mulutnya penuh sesak oleh kepala burungku
yang membesar pada ujung topi bajanya.
Burungku dikeluar masukan di mulut bibi
sungguh nikmat yang baru pertama kali ini aku
rasakan.
Aku dibuatnya seolah-olah terbang keawang-
awang dan tanpa dapat kutahan kepala burungku
serasa mau meledak secara reflek kudorong
kepala bibiku menjauh tapi justru bibi
memasukkan semua burungku kedalam
mulutnya dan… Crot…crot…crot… bibi sari
semakin cepat mengocok dan mengulum
burungku. Dengan menjerit panjang, aku
tumpahkan semua cairan dari burungku ke dalam
mulut bibi.
“Ohh…, ke..na..pa ku ini aku ini bi…”, tanyaku
pada bibi.
Bibi tersenyum ke arahku dengan tanpa rasa jijik
sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa
cairanku yang keluar.
“Itu tandanya kamu sudah dewasa Ndo… yang
kau keluarkan tadi namanya pejuh (sperma)”,
jelas bibiku sambil berdiri disampingku sudah
tanpa selembar kainpun.
“Kenapa bibi telan?”, tanyaku bengong.
“Itu syarat Ndo… Nanti malam bibi akan berikan
yang lebih enak lagi”, tambahnya sambil
memelukku demi dipeluk wanita telanjang dan
dadanya yang kenyal hangat dan halus
menempel dikulit dadaku burungku lansung
bangkit lagi dan tepat menyentuh bawah perut
bibiku.
“Waah anakku benar-benar sudah menjadi pria
yang jantan”, kata bibiku sambil tangannya
menggenggam burungku. Kemudian bibi
menyelesaikan acara memandikan aku terus
memandikan dirinya dan setelah itu aku
disuruhnya memakai sarung sedang bibi keluar
dari kamar mandi masih memakai kainnya yang
basah. Didepan pintu kami ketemu paman, tapi
paman hanya mengernyitkan alisnya.
“Sudah kok pak anak kita sudah menunjukan
kedewasaannya”, kata bibi kepada paman.
“Oh ya… kalo begitu nanti malam bapak mulai
keladang aja ya bun”, jawab paman.
“Tapi bapak harus ajari anak kita dulu baru
berangkat.”
“Ya nanti bapak yang ajari ya Ndo”, kata paman
padaku.
Aku sendiri cuma bengong tak tahu pembicaraan
mereka tapi yang jelas burungku masih berdiri
kencang dibawah kain sarungku.
Malam itu selepas jam 7malam habis makan kami
berkumpul di balai-balai ruang tengah bibi hanya
memakai kain sarung yang dililitkan di atas
payudaranya sehingga separuh pahanya nampak
putih dan bungkusan kain itu menambah tubuh
bibi makin seksi dalam pandangan mataku,
paman seperti biasa memakai kolor longgar tanpa
pakai baju nampak otot-otot perutnya yang kekar
dan memang pamanlah orang yang paling kekar
di desaku, diusianya yang masih belum 40 tahun
pamanku adalah laki-laki paling gagah, aku masih
seperti habis mandi tadi masih bersarung karena
belum berani pakai celana. Dinda anak paman
sudah tidak ada lagi rupanya sejak siang ia sudah
berada di rumahku dan menginap disana.
“Bun… mari kita mulai saja biar bapak nanti tidak
kemalaman”, ujar paman.
“Ayo pak… bunda juga sudah siap kok”,
kemudian bibi melepaskan kainnya sehingga
telanjang bulat dan berbaring di balai-balai
berbantalkan bantal kapuk randu. Melihat tubuh
bibiku yang singset dengan perut yang rata,
payudaranya yang indah mencuat ke atas serta
selangkangan yang ditumbuhi bulu hitam lebat
spontan burungku berontak naluriku mengatakan
inilah kenikmatan yang akan aku dapatkan
sebagaimana dijanjikan bibi siang tadi.
“Ayo Ndo kau copot semua sarungmu itu”,
perintah paman sambil melepaskan kolornya dan
tampaklah burung pamanku yang panjang dan
mengangguk angguk mulai bangkit. Kemudian
paman memintaku duduk disamping kiri bibiku,
sedang paman dengan keadaan telanjang bulat
bersila disamping kanan bibiku, entah apa yang
dibacanya yang jelas mulutnya komat-kamit
dengan bahasa yang aku tak mengerti.
“Paman akan tunjukan menggunakan
kedewasaanmu Ndo maka kamu harus
memperhatikan apa yang paman lakukan”,
perintah paman sambil mengambil posisi berada
jongkok diantara paha bibi yang tidur telentang.
Tangan kirinya meraih selangkangan bibi dan jari-
jarinya mulai menyibakan rambut tebal sedang
tangan kanannya memegang burungnya dan
perlahan paman mengarahkan burungnya
keselangkangan bibi.
“Kau harus mengarahkan tototmu kearah lubang
peranakan perempuan kemudian
memasukkannya Ndo.”, kata paman kemudian.
“Kenapa paman?”, tanyaku parau sambil menelan
ludah.
“Ya… supaya kamu bisa dapat anak… Ndo… nih
lihat paman.”, kata paman sambil memasukkan
burungnya diselangkangan bibi aku masih belum
paham lubang apa yang ada disana, perlahan
paman mendorong burungnya dan bibi
mendesis-desis sepertinya keenakan. Setelah
masuk mentok paman menarik lagi burungnya
dan memasukkannya lagi perlahan bibi semakin
menjadi-jadi desahannya aku benar-benar
terkesima.
Darahku mulai mengalir kencang sementara bibi
hanya memandangku dengan senyumannya
yang manis. Makin lama gerakan maju mundur
paman makin cepat dan tak teratur sedang bibi
nampak mengimbangi dengan menggerakkan
pinggulnya kesamping kanan dan kiri, hingga
keduanya berpeluh…dan setelah beberapa menit
kemudian paman beralih memeluk bibi dengan
posisi bokong menghujam sehingga nampak
melengkung tubuhnya dan sejenak kemudian
meraka berhenti bergerak dengan napas makin
tersengal. Setelah agak tenang paman
melepaskan pelukannya pada bibi dan mencabut
batang burungnya, nampaklah cairan putih
membungkusnya dan aromanya menyengat
sekali.
“Paman telah menumpahkan peju paman
kedalam puki bibimu Ndo… dan itu bila saatnya
tepat bisa menjadi anak… kau tahukan?”, tanya
pamanku, aku hanya mengangguk tak bisa
bersuara.
“Nahh… sekarang kau Ndo lakukanlah dengan
bibimu paman akan tinggalkan kalian selama 10
hari”, lanjut paman terus bangkit dan
mengenakan kolornya kemudian kekamar
mengambil baju dan peralatan serta bekalnya
terus keluar rumah dengan penerangan senter.
Suara langkah kakinya perlahan
menjauh..digantikan suara jangkrik yang mengisi
malam. Aku masih memegangi burungku yang
kecang ketika tangan halus bibi merangkulku dan
susunya yang kenyal menyentuh kulitku.
“Ayo Ndo kamu sudah siap”, tanya bibiku, aku
mengangguk bibi menciumku aku hanya bisa
mengikutinya saja karena bagiku inilah pertama
kali aku dicium wanita. Bibi mengajakku rebahan
sehingga posisiku berada diatasnya menindih
tubuhnya kurasakan bulu selangkangan bibiku
yang halus menyentuh peruntuku sedang
payudaranya yang menjulang persis
dihadapanku.
“Menyusulah Ndo… seperti dulu kamu waktu
bayi”, Kata bibi dengan napas yang mulai
tersengal, aku tak tahu apakah karena tindihan
badanku yang lebih besar dari bibi, seperti anak
kecil aku menyusu bibiku tanganku yang satu
memegang payudaranya yang satunya lagi,
seperti takut terlepas, bibiku mulai mendesis-desis
keenakan. Setelah beberapa saat aku menyusu
payudara bibi bergantian kanan dan kiri kemudian
tangan bibi menyelusup keselangkanganku
mencari burungku digenggamnya, dan ditariknya
perlahan seperti menuntunnya kearah lubang
selangkangannya kurasakan sentuhan lembut
hangat dan berlendir pada kepala burungku.
“Sekaraanng Ndo”, bisik bibiku parau, batang
burungku, dituntunnya ke lubang pukinya.
Perlahan-lahan dia mulai membuka pahanya
kesamping dan dengan perlahan aku mulai
menekannya. Kurasakan kepala burungku mulai
memasuki lubang yang sempit, serasa dijepit dan
dipijit-pijit. Mungkin karena baru pertama sensasi
yang timbul luar biasa nikmatnya, meski agak
susah, akhirnya amblas juga seluruh batang
burungku ke dalam lubang puki bibi.
Aku mulai memaju mundurkan pantatku seperti
diajarkan paman, hingga tototkupun keluar
masuk lubang puki bibi. Sambil tanganku
meremas-remas payudaranya.
“Ooh… Ndo… Nikk… Matt… Bangett tototmu”,
rintih bibi.
Aku semakin bernafsu memaju mundurkan
pantatku, bibi mengimbangi gerakkanku dengan
memaju mundurkan juga pantatnya, seirama
gerakkan pantatku. Membuat buah dadanya
bergoyang-goyang. Semakin lama semakin cepat
gerakkan pantatnya.
“NDo…… Bibi… Tak… Tahann, ” jeritnya.
Kurasakan liang pukinya berkedut-kedut dan
memijit tototku. Tangannya mencengkeram
dengan keras pundakku.
“Ooh… Oo… ughhhh… hhhh”, desah bibiku
panjang.
Puki bibiku makin keras meremas tototku, dan
tototkupun sepertinya diperas-peras dengan
benda berpermukaan yang lembut hangat dan…
“Ahhh… crot… crooot…crooot”.
Ada sesuatu yang menyembur dari ujung
tototku. Aku terlkulai lemas memeluk bibiku.
Sampai sepuluh hari aku dan bibiku tiap hari
melakukan pesetubuhan bahkan dalam satu hari
kadang sampai empat lima kali sampai kadang
tototku terasa ngilu. Selama itu juga jika aku
sedang berjalan bersama bibiku dikampung
teman-teman bibiku selalu tersenyum penuh arti.
Bahkan bundaku pernah datang siang-siang ketika
kami selesai besetubuh dan masih memakai kain
dan sarung.
“Wahhh. Mbakyu Londo sudah benar-benar
dewasa… lho aku sampai kewalahan”, kata bibiku
kepada bunda. Bunda hanya memandangku
penuh arti.
Kawan-kawanku sepermainan yang lebih dulu
sunat bahkan menanyakan bagamana rasa
memek bibiku apakah enak. Sebagai orang yang
baru menjalani pendadaran kedewasaan aku
hanya tahu bahwa melakukan persetubuhan
dengan bibiku nikmat sekali. Rupanya hal ini
sudah menjadi tradisi desa kami bahwa seorang
bibi ipar harus mengajari keponakannya
bersetubuh bahkan menurut Bang Udin kalau aku
mau aku boleh juga minta ke isteri Uwakku.
Dan itu benar-benar terjadi ketika itu hari ketiga
aku dirumah bibi. Seperti biasa sehabis mandi
pagi bersama bibi aku biasanya terus mengajak
bibi untuk bersetubuh. Aku sudah mulai bisa
merasakan nikmatnya menyetubuhi bibiku
bahkan aku mulai berani membuka memek
bibiku untuk aku lihat, aku cium baunya bahkan
aku jilat lendirnya, dan rupanya memek bibiku
benar-benar bersih dan terawat bahkan
baunyapun enak sedang cairannya terasa gurih.
Ketika aku sedang menciumi memek bibi entah
darimana tiba-tiba wak ijah sudah berada di
samping kami sambing matanya melotot melihat
bibi yang mendesah-desah. Aku kaget tapi ingat
kata bang Udin aku jadi tenang yang jelas aku
bisa dapat dua-duanya. Benar saja begitu bibi
tahu uwak sudah didekatnya lansung
menghentikan kegiatanku.
“O… kak Ijah ayo kak.. anak kita sudah pintar lo
kak”, kata bibiku.
“Kebetulan… Uwak kan cuma punya keponakan
laki-laki satu biar kali ini Londo belajar sama uwak
ya.”, Kata uwakku.
Aku hanya memandangi uwaku yang mulai
melepaskan pakaiannya satu persatu dan
sungguh luar biasa biarpun usia uwak sudah
empat puluh tahunan tapi tubuhnya nampak lebih
sintal daripada bibiku bahkan payudaranya lebih
besar agak menggantung tapi nampak penuh
berisi, bulu-bulu kemaluannya lebih lebat dan
yang lebih mennggairahkan pinggulnya sangat
padat bulat dan berisi.
Uwak lansung saja menyerbu tototku dan aku
ditelentangkanya sehingga uwak leluasa
mengulum tototku. Ketika wak mulai menjilati
batang tototku. Dari kepala hingga pangkal tototku
dijilatinya. Mataku merem melek merasakan
nikmatnya jilatan wak. Aku semakin merasa
nikmat ketika uwak memasukkan seluruh tototku
ke mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum
batang penisku. Wak memaju mundurkan
mulutnya, membuat penisku keluar masuk dari
mulutnya. Sementara tangannya mengocok-
ngocok pangkal penisku.
“Oohh… Wakkk… Aku tak tertahan!”, teriakku
karena tadi aku telah dikulum-kulum lama
sebelemnya oleh bibi. Dan kurasakan tototkupun
berkedut-kedut semakin lama semakin cepat.
Kutarik rambut wak yang panjang dan
kubenamkan kepalanya diselangkanganku.
“Wakk… Aku… Keluarr”, teriakku lebih keras.
Wak semakin cepat memaju mundurkan
mulutnya dan akhirnya, “crott! crott! crott!”,
kumuntahkan cairan pejuh yang sangat banyak di
mulutnya. Wakpun menelannya tanpa rasa jijik
sedikitpun bahkan dia menjilati sisa-sisanya
sampai bersih.
Akhirnya kami tidur-tiduran di balai-balai ruang
tengah bertiga dengan bertelanjang badan.
Bibiku tak hentinya memelukku dari belakang
sedang uwak didepanku aku menyusu pada
payudaranya yang besar dan menggelantung
sungguh nikmat. Pagi itu aku masih sempat
merasakan memek Wakku yang ternyata
berbeda dengan memek bibiku. Memek wakku
memepunyai bibir yang tipis namun seperti
menghisap hisap tototku ketika tototku
kumasukkan sehingga sensasinya luar biasa.
Bang Udin mempunyai tiga orang bibi sehingga ia
bisa cerita banyak padaku bagaimana rasa
memek masing-masing bibinya. Namun
demikian Bang Udin masih penasaran dengan
bibiku mengingat bibiku termasuk wanita tersintal
di desaku dan selalu menjadi perhatian laki-laki.
Tradisi seperti ini tersimpan rapat sampai
sekarang dan semua anak laki-laki yang baru
disunat baru mengetahui dan merasakannya
sehingga rahasia ini hanya sebatas orang yang
sudah dewasa saja yang tahu. Didesa kami tidak
pernah terjadi perselingkuhan dengan lain orang
karena bagi laki-laki dewasa wajib menjaga
kelurganya kalau suami bibi atau uwaknya pergi
sehingga saat ini. Percaya atau tidak itulah yang
diceritakan Londo kepadaku.


Adult | GO HOME | Exit
1/9403
U-ON

inc Powered by Xtgem.com