watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

NORZALINA

Pada suatu hari Norzalina dan suaminya, Ali,
dikunjungi Pak Dollah. Pak Dollah yang berumur
53 tahun adalah ayah mertua Norzalina. Berbeda
dengan Ali yang tampan dengan hidung yang
mancung dan badan yang tegap, Pak Dollah lebih
tampak gempal dan berotot. Sebuah codet bekas
luka menyilang di pipi kirinya. Norzalina, menantu
pak Dollah, tak kalah rupawannya dengan Ali.
Meskipun tidak terlihat seksi karena selalu
berpakaian tertutup, perempuan ini memiliki bibir
yang indah dan sepasang mata yang mampu
mengguncangkan dada banyak laki-laki.
Pasangan suami isteri yang baru menikah satu
tahun yang lalu ini tentu sangat gembira dengan
kedatangan pak Dollah yang telah bercerai dengan
isterinya 6 tahun yang lalu. Terlebih lagi,
meskipun Norzalina pernah bertemu dengan
ayah mertuanya tersebut sebelumnya, tetapi pak
Dollah tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan
mereka. Selama sepekan Pak Dollah tinggal di
rumah Ali yang mengajar di sebuah sekolah yang
berhampiran dengan rumahnya. Semua berjalan
normal sampai terjadi tragedi di hari akhir pak
Dollah dirumah Ali.
Tragedi itu bermula pada hari libur pasangan Ali-
Norzalina. Namun, hari itu Ali mengajar satu kelas
tambahan di sekolah dan akan bertandang ke
rumah salah satu siswa hingga Ashar. Seperti
biasa Norzalina menyiapkan sarapan pagi untuk
suaminya dan pak Dollah. Selepas menghantar
suaminya ke muka pintu, Norzalina sempat
berbincang dengan mertuanya. Kemudian dia
bergegas ke kamar mandi untuk mencuci baju.
Pak Dollah yang kebetulan hendak pula buang air
tanpa sengaja melihat ‘pemandangan’ yang
merangsang. Rupa-rupanya Norzalina terlupa
merapatkan pintu. Mata liar pak Dollah tak lepas
melahap tubuh mulus Norzalina yang tengah
mencuci baju. Seingat pak Dollah, dia tidak
pernah melihat tubuh menantunya dalam
keadaan terbuka dengan hanya terbalut kain
setinggi dada. Tubuh mulus Norzalina yang
semampai dengan tinggi 170-an, dengan kulit
kuning langsat dan dada yang kencang
membusung tersebut, selama ini selalu tertutup
kerudung dan baju muslim yang rapat. Selain itu,
menantunya terkenal dengan sifat sopan santun
dan sangat menitikberatkan tentang soal
penjagaan aurat. Malahan didalam rumah
sekalipun menantunya tidak pernah
menanggalkan kerudungnya melainkan ketika
bersama suaminya saja.
Namun kini, kain tipis yang basah itu tak lagi
mampu menyembunyikan kemolekan tubuh
Norzalina dari tatapan penuh nafsu sang ayah
mertua. Tak tertahan lagi, syahwat pak Dollah
mengegelegak hingga ke puncak dan
mendorongnya untuk membuka pintu kamar
mandi yang hanya ¾ tertutup tersebut. Norzalina
yang merasakan kehadiran orang lain sangat
terperanjat ketika menoleh dan menyaksikan pak
Dollah sedang mendorong daun pintu. Secepat
mungkin dia bangkit dan berusaha menutup
pintu, hanya saja dia kurang gesit. Pak Dollah
sudah berhasil masuk ke dalam kamar mandi dan
mendorong tubuh menantunya tersebut ke
pinggir bak sebelum mengunci pintu. Norzaina
terdesak ke pojok dengan wajah ketakutan
melihat seringai binal yang menghiasi wajah
mertua yang selama ini terlihat pendiam dan
sangat dihormatinya.
‘Aa..Aayah apa yang ayah lakukan ini? i?! tanya
Norzalina dengan terbata-bata . Pak Dollah hanya
tersenyum sinis sambil matanya meliar ke
segenap jengkal tubuh menantunya. Tanpa
berucap sepatah katapun, Pak Dollah mulai
menanggalkan pakaiannya satu persatu. Norzalina
terpekik ketika melihat “batang’ ayah mertuanya
yang hitam dan besar serta tegak mengacung ke
arahnya. “A..ayah jangan yahh, ttoo..long keluar,
yah..tolong..”, keadaan ini sangat menakutkan lagi
Norzalina apalagi ketika pak Dollah mulai beringsut
mendekatinya. Melihat permintaannya diabaikan,
Norzalina yang tidak rela diperlakukan begitu
mencoba untuk menerobos ke sisi kiri ayah
mertuanya untuk mencapai pintu. Namun
keadaan menjadi bertambah buruk ketika pak
Dollah dengan sigap menangkap pinggang
menantunya tersebut dengan tangan kirinya yang
kukuh sembari tangan kanannya bergerak kilat
menghentak lepas ikatan kain di dada Norzalina.
“Breet” kain tipis bermotif batik coklat itupun jatuh
terburai ke kamar mandi.
Terpampanglah tubuh mulus Norzalina yang
hanya dibaluti kutang sutra berenda putih dan
celana dalam mungil yang juga putih. Norzalina
sangatlah malu mendapati dirinya nyaris bugil
dan tengah dipeluk oleh ayah mertuanya yang
sudah telanjang bulat. Pak Dollah kini dengan
bebas menatapi tubuh mulus menantunya dari
dekat; dari dua bukit menawan yang menghiasi
dada yang kembang kempis ketakutan hingga
gundukan vaginanya yang begitu mengundang
walaupun dibungkus kain sutra. Bungkus indah
itu justru mencetak lekat lekak liku dan guratan
liang kemaluan menantunya yang rupawan. Bulu
kemaluan yang membayang tipis serta mencuat
malu-malu di sekeliling selangkangan Norzalina
membuat pak Dollah tercekat dan tak mampu
berkedip. Sebaliknya, Norzalina mendadak lemas,
sendinya serasa luluh di dalam pelukan pak Dollah
dan hanya mampu memejamkan matanya serta
mulai menangis tertahan.
‘Huu.huu.. ayaah, jangan berbuat seperti ini
ayah,..huu.huu.huu.. aku ini istri anakmu..” bisik
Norzalina lirih sambil terus terisak. Pak Dollah
yang telah lama tidak merasai kehangatan liang
kemaluan perempuan sama sekali tak peduli.
Dihentakkannya tubuh Norzalina dengan penuh
nafsu hingga tersandar ke dinding kamar mandi.
Norzalina masih berusaha melindungi dirinya dari
terkaman mertuanya. Dia kemudian membalikkan
badan ke dinding berusaha menjaga payudara
dan kemaluannya dari pandang liar pak Dollah.
Namun itu tak bisa menghentikan pak Dollah dan
tanpa ba-bi-bu dia langsung merenggut kutang
sutra berenda yang masih melindungi buah dada
menantunya itu dari belakang. Robeklah kutang
tersebut seiring dengan lepasnya kaitan akibat
renggutan ganas pak Dollah dan “aaah..” mulut
pak Dollah ternganga saat dia membalikkan tubuh
Norzalina dan bersitatap dengan sepasang bukit
kenyal dan ranum dengan dua puncak merah
muda yang mendadak tersembul di depan dada
perempuan muda tersebut.
Dengan nafas tersengal-sengal karena nafsu yang
memuncak pak Dollah tak menunggu lama untuk
beraksi. Dengan sigap dijejalkannya tengan
kirinya ke mulut menantunya yang masih tersedu
tersebut untuk menahan isakannya, sedangkan
bibirnya yang tebal segera menuju ke arah dada
Norzalina. Pak Dollah walaupun sudah
dicengkeram nafsu hingga ubun-ubun berusaha
keras untuk tidak terburu-buru dalam
memanfaatkan peluang ini. Bibirnya tidak
langsung mengulum puting merah muda
Norzalina namun dengan acak mengecup
sekeliling buah dada kanan sang menantu. Dia
tidak hanya mencium namun bibir kasarnya juga
mencecap dan mencubit pinggiran gundukan
bukit itu dengan lahap. Secara bersamaan telapak
tangan kanannya terentang menangkupi buah
dada kiri Norzalina. Jari-jarinya menyentuh
pangkal buah dada dan pelahan mulai menekan-
nekan dengan teratur. Puting kiri Norzalina yang
berada di tengah telapak pak Dollah tentu saja
tergesek-gesek bersamaan dengan gerakan
jarinya yang makin lama makin kencang.
Norzalina meregang, dia dapat merasakan bibir
dan jari jemari mertuanya menjelajahi dadanya.
Wajahnya memucat dan lehernya mendongak
tegang saat perasaan geli dan nikmat yang
sebelum ini hanya didapat dari Ali, suaminya, kini
dirasakan dari gelutan pak Dollah. Rasanya ingin
memekik namun bibir mungilnya terhalang
tangan pak Dollah. Norzalina hanya mampu
melenguh pendek di saat perasaannya mulai
terbagi antara rasa terhina dan kenikmatan, antara
malu dan perasaan bersalah dengan naluri
wanitanya untuk menuntaskan birahinya yang
mulai bangkit. Pak Dollah peka akan hal ini, segera
dieratkannya terkamannya. Bibirnya masih
terbenam di dada Norzalina namun kini lidahnya
mulai bermain, berputar menyapu buah dada itu
dari pinggir menuju tengah serta menjilat tegak
puting Norzalina yang mulai teracung kencang
dan kemudian menghisap-hisapnya dengan
dalam-dalam. “Oooh..auugh..aaach..” desah
tertahan menantunya makin sering terdengar saat
tangan kanan pak Dollah tidak lagi berbasa-basi
dan kini mulai meremas-remas buah dada kiri
Norzalina serta jari jemari dan telapak tangannya
bergantian memilin, menarik, dan memijit puting
yang satunya lagi. Tidak kurang dari lima menit
pak Dollah menikmati dada menantunya dengan
posisi berdiri. Berkali-kali lehar dan kepala
Norzalina terhentak-hentak ke dinding mengikuti
hisapan dan remasan pak Dollah. Kemudian tanpa
terduga Norzalina yang mulai terbuai gairahnya,
pak Dollah menggigit buah dada Norzalina
sekencang-kencangnya dan tangan kanannya
meremas keras puting kiri. “Aaaach..” jerit
kesakitan bercampur kenikmatan dari bibir
Norzalina menyeruak kencang karena saat
bersamaan pak Dollah melepaskan tangan kirinya
dari mulut sang menantu.
Tubuh Norzalina tersandar kaku di dinding,
seluruh raganya mengejang dan kepalanya
terdorong ke depan dengan bibir yang membulat
tanpa suara ketika tangan kiri pak Dollah yang
sudah bebas mulai menyelinap ke balik celana
dalamnya, menggeser cepat di pinggir bibir
kemaluannya serta kemudian menghujam
langsung ke kelentitnya. Telunjuk itu kemudian
berputar-butar di dalam liang kemaluan Norzalina
dan mengorek-ngorek kelentitnya dengan pilinan-
pilinan liar. Bibir Norzalina makin membuka lebar
saat tangan kanan Pak Dollah menarik turun
celana dalam sutranya hingga robek dan
dilemparkan ke pojok kamar mandi. Pak Dollah
kini sudah dalam posisi berjongkok, sambil terus
mengorek kelentit menantunya matanya terbeliak
lebar saat menatap kemaluan Norzalina yang
terpampang begitu dekat di depan matanya. “oh.
Ali, engkau sungguh anak yang beruntung ..”
batinnya dalam hati saat dia menyaksikan guratan
dan lekak-lekuk vagina yang begitu menantang.
Di tempelkannya hidungnya disamping telunjuk
kirinya yang masih giat bekerja dan kini mulai
mengocok kencang. “Oooh.. sedaap..” desis pak
Dollah saat dia membaui aroma wangi vagina
yang mulai bercampur bau lelehan cairan
kewanitaan di liang kemaluan Norzalina yang juga
mulai bengkak.Mata Norzalina masih terpejam, keringat
membasahi punggung serta kepalanya sudah
tersandar lagi ke dinding menahan rasa perih dan
nikmat yang datang bergantian. Namun itu tidak
berlangsung lama, kepalanya kembali terdorong
ke depan dan mulutnya bibirnya kembali
melenguh kelezatan saat pak Dollah melanjutkan
aksinya. “”Aiiih..aah..aaah..aaahhh..” desis itu
keluar saat pak Dollah menggunakan lidahnya
untuk menggantikan jari telunjuknya dalam
memainkan kelentit Norzalina. Lidah pak Dollah
menyisir pinggir luar bibir kemaluan Norzalina
secara vertikal naik turun, naik turun, sebelum
menggelincir ke tepi bagian dalamnya dengan
menyapu liang hangat itu secara horizontal dan
kemudian membenamkannya dalam-dalam
secara berulang-ulang, keluar-masuk, keluar-
masuk. Pak Dollah seakan dimabuk kenikmatan
yang mendalam. Dicecapnya hangat lipatan-
lipatan vagina Norzalina dengan lahap. Sudah
bertahun-tahun dia tidak merasakan sensasi yang
dahyat ini. Dimainkannya kelentit Norzalina
dengan lidah dengan sapuan-sapuan dan pilinan-
pilinan kecil namun mantab.
Sembari mengulum dan menghisap, ke dua
belah tangan pak Dollah mulai bergantian
meremas bongkahan pantat Norzalina. Tak henti-
henti kesepuluh jemari gempal pria uzur itu
membenamkan cengekeramannya ke dalam dua
bongkahan daging yang bulat tanpa cacat milik
sang menantu. Sesekali telunjuk kanannya
menusk kerang lubang anus Norzalina dan
mengocoknya. Tak terperikan gelombang
kenikmatan yang menjalari segenap indra
Norzalina. Tanpa sadar tangannya yang selama
ini tergantung lemah di kedua sisi tubuhnya
bergerak ke depan mencengkeram rambut tipis
pak Dollah dan mendorong kepala mertuanya
tersebut agar makin terbenam ke dalam
kemaluannya. Tak lama kemudian terdengar
lolongan panjang sang menantu
“Ooooouughhh…aaaayaaahhh…..” seiring dengan
meledaknya seluruh gairah yang selama ini
tertahan. Runtuh sudah pertahanan terakhir
Norzalina, tubuhnya mengejan dan melengkung
ke depan sementara seluruh liang vaginanya telah
banjir dengan cairan kenikmatan.
Pak Dollah menarik wajahnya dari kemaluan
Norzalina, tangannya dilepaskan dari kedua
bongkah pantat sang menantu dan diapun
beringsut mundur. Dipandangnya tubuh lemas
Norzalina pelahan-lahan merosot turun di dinding
kamar mandi sampai akhirnya kemudian
terduduk. Mata Norzalina terpejam, bibirnya
membentuk bulatan “o’ kecil sementara tarikan
garis wajahnya menyiratkan kepuasan yang tak
terkira sebelum kemudian wajah rupawan itu
terkulai ke arah bahu kiri. Tanpa menunggu
waktu lama pak Dollah bergerak maju lagi.
Ditariknya kedua kaki Norzalina hingga tubuhnya
sepenuhnya telentang di lantai kamar mandi dan
tidak lagi bersandar di dinding. Dengan sigap
dijilati bagian dalam paha kanan Norzalina
sementara tangan kirinya berkeliaran mengelus-
elus paha dan betis kanan Norzalina. Norzalina
hanya memandang sayu, sementara kepalanya,
menggeleng-geleng pelahan ke kiri dan ke kanan
mencoba menahan rangsangan baru yang
dilakukan pak Dollah.
Tiba-tiba Norzalina memekik kecil saat tanpa
berkata apapun, pak Dollah menyibakkan lebar-
lebar ke dua kaki Norzalina yang sebelumnya
masih terentang berdekatan. Norzalina sadar akan
apa yang akan dilakukan oleh mertuanya
kemudian. Dengan lirih menahan segala
gairahnya Norzalina masih berusaha berbisik
mengingatkan pak Dollah “Jangan
ayah..jang..auuuh”, bisiknya terpotong saat
batang pak Dollah yang sudah hampir setengah
jam tegak itu menerobos masuk ke dalam liang
kemaluannya. Dua tangan perkasa pak Dollah
mengunci bahunya sehingga dia tak mampu
melawan saat tubuh tambun mertuanya mulai
menindih raganya. Kedua kaki Norzalina yang
terbuka memudahkan batang pak dollah
memasuki lubang vaginanya. Sedikit demi sedikit
batangnya disodok-sodokkan keluar masuk
dalam liang yang telah basah berlendir tersebut,
awalnya pelan kemudian makin lama makin laju.
Kadang-kadang pak Dollah menahan batangnya
di tengah liang kemudian memutar pinggulnya
pelahan dan mantap bergantian ke arah kiri dan
kanan, lalu kemudian tiba-tiba dibenamkannya
lagi dalam-dalam hingga menembus pangkal
vagina Norzalina. Lama kelamaan Norzalina tidak
mampu lagi berbuat apa-apa selain mengikuti
langgam sodokan dan tarikan ayah mertuanya.
Terlebih lagi karena bibir dan lidah pak Dollah tak
pernah henti menyapu perut, dada, leher, dan
bibir Norzalina. Satu waktu saat menyodokkan
batangnya dalam-dalam, bibir pak Dollah secara
bersamaan melumat puting kiri dan kanan
Norzalina secara bergantian. Norzalina hanya
mampu memejamkan mata menahan kegairahan
yang telah menguasai dirinya lalu setelah hampir
lima belas menit lolong kecilnya kembali
terdengar di sela-sela deru nafas pak Dollah
“Eemmmm..urrrghh..aaahhhhhh, aaahhhh,
aahhhh…” Untuk kedua kalinya perempuan cantik
itu meledak dalam birahi. Dagunya kemudian
mendongak dengan mata yang membola
meskipun bibirnya telah terkatup rapat.
Pak Dollah menyeringai lebar saat melihat
menantu tersayangnya tenggelam dalam
kenikmatan. Ditunggunya sampai kepala
Norzalina terkulai lagi ke lantai dan matanya
terpejam. “hmm.. ayo sayang, permainan kita
belum selesai..” geram pak Dollah saat dia dengan
kasar membalikkan tubuh Norzalina. Pak Dollah
yang nafsunya masih tidak puas, memaksa
Norzalina yang sudah tidak berdaya itu untuk
menungging dengan siku menempel lantai.
Segera disibakkannya dua bongkah pantat untuk
membuka jalan bagi batangnya yang masih tegak
mengacung ke arah liang kemaluan Norzalina.
Setelah menggigit dua bongkahan daging itu
dengan bernafsu, tangan pak Dollah memegang
sisi punggung menantunya lalu menekan
batangnya kedalam lubang vagina Norzalina.
Punggung Norzalina yang besar dan putih
membuatkan pak Dollah semakin bernafsu.
“Aaah..sakkkiiitttt ..ayahhh..”, jerit Norzalina saat
liang vaginanya kembali ditusuk-tusuk oleh
batang pak dollah dengan beringas. Sodokan-
sodokan pak Dollah dengan gaya doggy style ini
sedemikian laju sehingga kembali membuat
Norzalina merem melek dan mendesisi-desis,
namun ketika merasakan bahwa tubuh pak dollah
mulai mengejan seakan menuju klimaks,
Norzalina pun panik dan berusaha menahan
goyangan sang mertua menjerit “..jangaannn,
jangn lepaskan didalamm..yahh’, pintanya
dengan lirih. Pak Dollah sesaat berhenti dan
kemudian berkata “Baiklah Lina tapi dengan satu
syarat”, kata pak Dollah. “Lina harus hisap batang
ni sampai keluar air kalau tidak ayah lepaskan
mani ayah ke dalam rahimmu, bagaimana?”.
“Baiklahhh” jawab Norzalina dengan pasrah.
Pak Dollah segera merambat naik menuju ke arah
kepala Norzalina yang sudah kembali telentang di
lantai. Dia meletakkan kedua lututnya di samping
Norzalina dan kemudian menarik wajah ayu yang
tengah lunglai itu untuk menghadap batangnya
yang masih tegak. “Ayo Lina, kulum batang
ayah”. Walaupun jijik, Norzalina terpaksa
mengulum batang pak Dollah. Batang yang hitam
dan berotot itu segera saja emmenuhi rongga
mulut Norzalina. Kuluman demi kuluman segera
dilakukan Norzalina dengan sis tenaga yang ada.
Seesekali pak Dollah memintanya bergantian
untuk menjilat, mengulum dan mengocok.
Sudah lebih lima menit Norzalina melakukan itu
semua namun pak Dollah belum menunjukkan
tanda-tanda ingin berejakulasi. Malahan pak Dollah
terus meramas buah dada menantunya itu.
Akhirnya Norzalina kepenatan. ‘Ayah..jangan
dilepaskan di dalam..ayah..’, rayu Norzalina
setengah sadar saat tenaganya telah musnah dan
kesadaran mulai meninggalkan dirinya. Norzalina
pun pingsan karena keletihan. Melihat hal ini pak
Dollah kembali menyeringai lebar. Direngkuhnya
tubuh menantunya yang sudah terkulai lemas
tersebut lalu direntangkannya kembali kedua kaki
Norzalina. Tanpa disadari Norzalina, pak Dollah
kembali membenamkan batangnya ke dalam
liang kemaluan menantunya serta melakukan
sodokan-sodoakan yang lebih liar dan kencang
daripada sebelumnya. Sesaat kemudian pak
Dollah pun mengejan wajahnya tegang
mendongak ke atas dengan batang yang
tertanam penuh dalam liang vagina Norzalina, lalu
“ Aaaaargh… Linaaaaa….aarrghhh..” cairan
sperma menyembur dari batang pak Dollah
memenuhi setiap lekuk dan liku vagina Norzalina
dan mengalir deras menuju rahimnya. Pak
Dollahpun terkulai lemas di atas tubuh sang
menantu.
Setelah beristirahat selama satu jam, pak Dollah
pun bangkit. Norzalina masih terkulai lemah di
lantai kamar mandi. Pak Dollah tersenyum puas
mengingat kembali pengalaman indah yang
dirasakannya bersama Norzalina. Dengan hati-hati
pak Dollah membopong tubuh Norzalina kembali
ke kamar setelah mengenakan pakaiannya. Dia
pun menunggu Norzalina tersadar dan
mengancam menantunya tersebut untuk tidak
menceritakan apa yang terjadi kepada Ali.
Akhirnya, setelah Dzuhur, pak Dollah
meninggalkan rumah dan terus pulang ke
kampung. Norzalina yang malu telah
merahasiakan kejadian itu dari pengetahuan
suaminya selama berbulan-bulan dan berharap
mertua jahanam tersebut tidak pernah akan
muncul berkunjung lagi.
Dua bulan berlalu sejak peristiwa di bilik mandi
tersebut dan Norzalinapun mendapati dirinya
hamil. Suaminya, Ali, gembira tiada kepalang
mendapat berita itu tanpa mengetahui perkara
sebenarnya. Sebaliknya Norzalina sangatlah
gelisah. Walaupun pak Dollah telah berjanji untuk
tidak menumpahkan spermanya ke dalam liang
kemaluannya, namun karena tidak sadarkan diri
Norzalina tidak pernah tahu pasti akan hal itu
(baca bagian 1) . Hanya saja, Norzalina memilih
untuk memendam ketakutannya itu sambil
berharap agar mertua jahanamnya tersebut tidak
berbuat curang dan tak lagi datang untuk
mengganggu kehidupannya kembali.
Norzalina pun melahirkan seorang bayi laki-laki
yang sehat. Selepas 7 bulan melahirkan Hafiz,
anak laki-lakinya tersebut, dia hidup dalam
kebahagiaan bersama dengan suaminya. Pak
Dollah yang menghilang tiada kabar berita
membuat hidupnya perlahan-lahan kembali mulai
tenang. Hanya saja, kebahagiaan itu tidak berusia
panjang. Suatu petang, sepulang Ali dari
mengajar di sekolah, dia berkabar bahwa pak
Dollah akan berkunjung lusa untuk menengok
cucu pertamanya. Dingin terasa sekujur tubuh
Norzalina saat mendengar berita dari suaminya
tercinta. Kedamaian yang dia pikir telah
didapatkan tiba-tiba saja kembali terancam
bahaya. “Ada apa, Lina? Kamu tampak terkejut
mendengar bapak hendak berkunjung?”, tanya Ali
padanya, “Kau tak suka kah dia menengok Hafiz?”
tanyanya lebih lanjut. “Ti..tidak, bang. Li…Lina
hanya kaget karena sudah setahun lebih beliau
tiada berkabar berita..”, Norzalina berusaha
menutupi kegugupannya. “Oh, bapak memang
selalu begitu. Setahun ini dia berniaga ke
Trengganu dan baru tahu kelahiran Hafiz dari bibi
saat pulang kampung kemarin..” tutur Ali tanpa
menangkap gebalau perasaan Norzalina.
“Begitukah, bang? Tapi kalau memang lusa beliau
datang, Lina harap abang bisa menunda
kepergian abang ke Kedah hingga beliau pulang”,
bujuk Norzalina, “Lina takut tidak bisa menjamu
beliau dengan baik kerana sibuk menjaga Hafiz”,
pinta Norzalina dengan cemas. “Baiklah, Lina,
karena bapak cuma tiga hari di sini, abang akan
tunda perjalanan ke Kedah sampai beliau kembali
ke kampung”, kata Ali. “Terima kasih, bang”,
Norzalina menghela nafas lega karena tidak akan
sendirian menghadapi pak Dollah.
Pak Dollah datang lusa petang dengan dijemput
Ali di stesen bas. Tidak banyak yang berobah dari
mertuanya itu dari saat terkahir mereka berpisah.
Perutnya makin tambun dan kulitnya makin
legam, namun yang membuat Norzalina gemetar
adalah tatapan mata pak Dollah yang makin liar
setiap kali memandang ke arahnya. Mata yang
tajam itu seakan mampu menengok menembus
kerudung dan baju kurung rapat yang selalu
dipakai Norzalina. Tatapan mertuanya itu
membuatnya mual dan berkunang -kunang
setiap kali mereka bertemu pandang karena
mengingatkan Norzalina kembali atas apa yang
telah dilakukan pak Dollah terhadapnya. Seakan
masih terasa benar kecupan-kecupan panas dan
remasan kasar pak Dollah di sekujur tubuhnya.
Sebaliknya, pak Dollah bersikap seakan tiada
pernah terjadi apapun di antara mereka.Dua hari sejak kedatangannya semua masih
aman bagi Norzalina. Pak Dollah lebih banyak
berbincang dengan Ali, sedangkan Norzalina lebih
sering menghindar dan meminta mak Siti, janda
tetangga sebelah, untuk menemani menjaga Hafiz
setiap saat Ali harus pergi mengajar.Namun, naas
menimpa pada malam terakhir. Seusai santap
malam, Norzalina sibuk mencuci piring di dapur
sementara Ali dan pak Dollah sedang berbincang
di teras depan. Norzalina bersenandung kecil,
hatinya dipenuhi kelegaan karena esok semua
sumber ketakutan dan mimpi buruknya dalam
dua hari terakhir akan berlalu. Pikirannya yang
menerawang sambil sibuk membasuh piring sisa
santap malam membuatnya tidak bersiaga dan
tak sedar saat seseorang berjingkat memasuki
dapur.
“Oough..”, Norzalina terpekik saat sebuah lengan
yang kekar melingkar di pinggangnya yang
ramping dan di saat bersamaan sebuah kecupan
yang ganas mendarat di tengkuknya, menembus
kerudung yang dikenakannya. “ Lina..kamu
semakin cantik ya..”, suara serak yang berbisik
lirih ditelinga Norzalina kemudian serasa
melumpuhkan seluruh indera wanita muda
tersebut. Benaknya tercekam dengan kengerian
oleh ingatan peristiwa memalukan yang
dialaminya setahun lalu dan gelas yang tengah
dicucinya pun terlepas dari gengamannya.
“kenapa, sayang? Kamu tak rindukah dengan
ayah..? Ayah kangen sekali Lina..”. Pak Dollah
yang kini telah memeluk Lina dari belakang tidak
menyia-nyiakan kelengahan dan keterkejutan
Norzalina. Sambil terus berbisik dan menciumi
tengkuk dan bahu menantunya yang masih
tertutup jilbab lebar, tangan kiri pak Dollah yang
semula melingkar di pinggang Norzalina perlahan
merayap turun mengarah ke pangkal paha terus
ke bagian depan kemaluan Norzalina. Sementara
itu di saat yang bersamaan jari-jemari tangan
kanannya menyusup di balik baju kurung longgar
yang dikenakan Norzalina dan dengan cepat
menyusur dari perut ke arah dadanya.
“Aaaugh..aayah..ach..bang aalii..auugh..toolong..”
Norzalina menjerit tertahan menahan kecupan
yang bertubi-tubi diterimanya. Tubuhnya yang
semampai terbungkuk ke depan saat jemari kasar
pak Dollah yang terentang lebar telah
menggenggam organ kewanitaannya dan mulai
meremasnya dengan ganas. Kedua tangan
Norzalina mencengkeram erat tepi tempat
mencuci piring sedangkan paha kanannya yang
secara refleks bergerak ke depan mencoba
menahan serbuan pak Dollah walaupun tanpa
disadarinya justru menjepit cengkeraman pak
Dollah di vaginanya lebih erat.
Pak Dollah terkekeh melihat reaksi gugup
menantunya tersebut. Jepitan paha Norzalina tidak
mampu menghalangi kelincahan jari jemarinya
untuk tidak hanya meremas namun juga sesekali
menusuk celah kemaluan Norzalina. “Aaauch…”,
belum lagi Norzalina mampu meredam
permainan jari lelaki tua tersebut, matanya yang
semula terpejam menjadi terbeliak dan tubuhnya
yang merunduk tersentak ke belakang saat jemari
pak Dolah yang lain berhasil masuk di balik
kutang sutranya serta mulai meremas payudara
dan memilin puting susu kanannya serta
menjepit dan menarik-nariknya. “Tenang, Lina. Ali
sedang bertandang ke rumah Hassan. Ayah
pastikan kita punya waktu yang cukup untuk
saling melepas rindu.he.he..he.”, pak Dolah
melanjutkan bisikannya sambil kesepuluh
jemarinya bekerja meremas, menusuk,
mengobel, memilin dan mencubit dengan buas.
Norzalina seakan lumpuh mendengar perkataan
mertuanya. Tubuhnya bergantian terhentak ke
belakang serta terbungkuk ke depan saat
remasan-remasan yang dilakukan pak Dollah
bertubi-tubi mengaduk vagina dan payudaranya.
“Serangan” yang dilakukan pak Dollah baru
berlangsung tak lebih dari sepuluh menit namun
waktu seakan berhenti bagi Norzalina. Kain
kurungnya telah tersingkap sampai ke pinggang
sehingga tangan kanan pak Dollah dengan leluasa
sudah mencengkeram bulat-bulat kewanitaan
Norzalina dari balik celana dalam satinnya. Jari
tengahnya sudah bermain dengan kelentit
menantunya dan tak jemu mengocok liang
kewanitaan Norzalina yang mulai basah dengan
cairan kewanitaan yang membanjir. Sementara
itu lidah dan bibir pak Dollah tanpa henti
mencecap dan menjilat leher jenjang Norzalina
yang telah terbuka karena kerudung putihnya
telah disingkapkan ke atas dan menutupi
wajahnya yang tertunduk lemah. Tiadanya
perlawanan yang berarti dari Norzalina tersebut
tentu saja juga memudahkan kerja pak Dollah di
payudara wanita itu. Bergantian sepasang bukit
yang ranum itu dijelajahinya bolak-balik dengan
mudah. Telapak tangannya memutar dan
meremas, mencengkeram keras dan menekan-
nekan tiada hentinya gundukan daging yang
lembut dan kenyal tersebut.
Pandangan Norzalina makin lama makin gelap,
remasan dan permainan jari yang dashyat dari
sang mertua membuat kesadarannya main
melayang. Nafasnya makin lama makin
tersengal. . Sebaliknya, pak Dollah makin
bersemangat. Tangannya yang semula sibuk
mengocok liang kewanitaan Norzalina secara
kasar menyentakkan celanan dalam sang
menantu dan menariknya ke arah bawah. Tanpa
bisa dicegah kain segitiga satin yang mungil itu
terus melorot hingga ke bawah lutut. Pak Dollah
terpana melihat bongkahan pantat mulus yang
kini tersaji dihadapannya. Tanpa sedar dia
berdecak “ck.ck.ck.., betapa indahnya engkau
Lina..’. Kedua tangan bandot tua itu segera saja
meremas dengan gemas daging yang lembut itu.
Norzalina hanya mampu menggeliat kecil ketika
sebuah rangsangan yang hebat merambat dari
remasan pak Dollah dan menggetarkan seluruh
inderanya. Tanpa menunggu reaksi sang
menantu lebih lanjut, pak Dollah berlutut di
belakang Lina sehingga wajahnya sejajar dengan
celah pantat Norzalina. Kedua tangannya
kemudian mencengkeram paha Norzalina dan
kemudian menyibakkannya lebih lebar. Sekejap
kemudian pak Dollah menundukkan kepalanya
dan mulai memainkan bibir dan lidahnya di
kemaluan wanita malang itu.
Pertama-tama ditekankannya wajahnya ke
seluruh permukaan vagina Norzalina yang sudah
basah kuyup akibat ketrampilan jari-jemari pak
Dollah. Dihirupnya dalam-dalam bau harum
vagina sang menantu yang telah bercampur
dengan bau merangsang cairan kewanitaannya.
“Sruup, sruuuup…”, bibirnya mendecap limpahan
cairan tersebut dan memagut erat celah
kewanitaan Norzalina yang telah menguak lebar.
Seluruh tubuh Norzalina bergetar lemah, bibirnya
tak mampu memekik dan hanya berbisik lirih saat
lidah kasar sang mertua mulai menyusuri tiap
jengkal vaginanya. Lidah itu bergerak liar tidak
hanya menyusur ke dalam liang kenikmatannya
namun juga menyapu tandas setiap celah lipatan
yang ditemuinya. Decapan-decapan bibir yang
ditingkahi gigitan-gigitan kecil yang terus berulang
membuat Norzalina luluh. Tubuhnya kini
sepenuhnya tiarap bertumpu sepenuhnya pada
bak cucian tanpa daya. Kepalanya hanya
menggeleng ke kiri dan ke kanan saat gigi-gigi pak
Dollah menggigit ganas bongkahan
kewanitaannya.
Namun agaknya pak Dollah belum merasa puas.
Setelah direguknya kelezatan vagina Norzalina,
diapun bangkit kembali. “Tahan sayang.. ayah
masih mau ragakan satu permainan lagi…
he..he.he..”, sambil terkekeh kecil pak Dollah
menekan tubuh menantunya ke depan hingga
makin mencondong ke bak cucian sementara
tangan kirinya menjemba pinggang Norzalina dan
menunggingkannya sedikit ke atas.
Diturunkannya resleting celananya yang sudah
sesak dengan batang penisnya yang telah
menggembung dari tadi. Segera teracunglah
batang yang liat dan hitam itu di depan
bongkahan pantat Norzalina. Tanpa aba-aba
batang itu menusuk deras ke dalam celah pantat
Norzalina. “Aaaarghhh…” selunglai apapun
Norzalina, tubuhnya mengejang hebat saat penis
perkasa sang mertua dengan laju menyumpal
kewanitaannya. Tubuhnya yang semula seakan
teronggok lemah di meja bak cucian tiba-tiba
terangkat, wajahnya memerah dengan bibir yang
membulat sebelum kemudian kembali luluh.
Kegelapan mulai merayapi pandangan Norzalina
saat pantatnya berguncang-guncang mengikuti
irama sodokan penis pak Dollah. Tusukan-
tusukan pak Dollah yang makin lama makin
kencang dan dalam itu seakan menghentak-
hentak kesadaran wanita malang tersebut. Dia
hanya mampu bergumam lirih setiap sodokan-
sodokan panjang yang dilakukan pak Dollah
bergantian dengan tusukan-tusukan pendek dan
cepat menghujam dalam-dalam ke vagina
Norzalina. Dalam keadaan yang sangat menderita
tersebut Norzalina hanya dapat berharap agar
mertuanya tersebut tidak sampai berejakulasi dan
menumpahkan spermanya ke dalam
peranakannya.
Untunglah, sebelum Norzalina kehilangan
kesadaran secara penuh dan pak Dollah mencapai
puncak, tiba-tiba terdengar bunyi pintu pagar
berderit dan salam diucapkan. “Bedebah.”, pak
Dollah menggeram pelan dan menyumpah-
nyumpah karena menyadari Ali telah pulang.
Ditusukkannya penisnya ke liang kemaluan
Norzalina untuk terakhir kalinya sambil berbisik “
sudah dulu ya sayang..”. Bibir Norzalina
mendesis lemah saat menerima tusukan yang
dilakukan pak Dollah dalam-dalam tersebut. Pak
Dollah bergegas melepaskan pelukannya dan
menarik celana dalam satin Norzalina kembali ke
atas. Dengan sigap dia menegakkan tubuh
Norzalina serta menurunkan kembali baju kurung
dan kerudung menantunya sehingga seluruh
tubuh wanita itu kembali tertutup rapat. Sebelum
meninggalkan dapur dia berbisik lirih ke telinga
Norzalina “ Jangan kau bilang ini kepada Ali,
sayang jika kau masih sayang anakmu ..”
Kemudian dengan sigap dia bergerak keluar
dapur menuju ruang tamu untuk menyambut Ali
di beranda untuk memberikan waktu pada
Norzalina membenahi diri dan memulihkan
kesadarannya. Norzalina masih bertumpu lemah
di bak cuci, pandangannya nanar dan pikirannya
masih beku. Benaknya dicekam kengerian
mendengar ancaman mertuanya tersebut. Dia
sadar bahwa bajingan tua itu tidak sekadar
menggertak. Namun, dia bersyukur bahwa Ali
datang sehingga dia bisa terhindar dari aib yang
lebih besar. Dia berharap malam segera berlalu
dan esok mertua durjananya segera pulang ke
kampung sehingga mimpi buruknya akan
berakhir.


Adult | GO HOME | Exit
1/1098
U-ON

inc Powered by Xtgem.com